PEJALAN
Ada yang berjalan
Pelan dan sedikit membungkuk
Sekalipun tak terlihat menoleh
Juga tak terlihat membawa apa-apa, hanya keletihan, hanya energi yang terus menipis dan semangat yang tak bercahaya atau pun redup
Dan dia terus berjalan
Pernah ku meneriakinya
Untuk salam sapa juga penghias sunyinya
Namun sia-sia. Tak ada jawab
Dalam hatinya bertanya, siapa dia?
Kini hujan ikut berjalan, dengan membawa petir dan kelamnya langit
Namun nampak dia tak peduli
Dibawahnya hujan, ada dia yang terus berjalan
Masih sama, dia yang berjalan dengan hanya membawa keletihan
Dan kini dia mulai mengencang
Tak peduli keletihannya yang mulai membanjir
Kian pasti ia menyusuri jalan serta kian pasti apa yang ia tuju
“Hey tak lelahkah kau? Aku mulai lelah memperhatikan dan mengikuti kau, pejalan yang tak pernah lelah.” Teriakku menembus guyuran hujan
Dia hanya berhenti sejanak lalu berkata
“Aku sudah terlalu lelah untuk terdiam membuang waktu, takkah kau memikirkan itu? Aku adalah pejalan yang membalas waktu yang telah tertinggal”
Diam. Lama ku hanya melihatnya yang mulai berjalan
Dia yang berjalan, dia yang membalas waktu, dan ia yang tak sudi tertinggal lagi
Khusu’, dalam kediamanku terukir doa untuk sang pejalan. Agar sukses, agar tak tertinggal dan agar aku pun tak seperti dia. Menyesali waktu yang telah terbuang.
Berjalan.
Ku berjalan dan dia pejalan yang berjalan
Dengan arah masing-masing. Dengan tujuan masing-masing dan perbedaan yang menyatukan. Lalu kejayaan serta kesejahteraan adalah ujung dari jalan.
Kami yang berjalan, sang pusaka ada ditangan. Garuda didada. Bhineka tunggal ika di hati. Merah-putih menyelimuti. Kami terus berjalan.
Bersama berjalan. Bersama menjadi pejalan.
7/7/2014
0 Response to "Pejalan - puisi"
Posting Komentar