There's a song that inside of my soul.
It's the one that I've tried to write over and over again
I'm awake in the infinite cold, but you sing to me over
And over and over again.
It's the one that I've tried to write over and over again
I'm awake in the infinite cold, but you sing to me over
And over and over again.
So I lay my head back down,
And I lift my hands and pray to be only yours
I pray to be only yours
I know now you're my only hope
And I lift my hands and pray to be only yours
I pray to be only yours
I know now you're my only hope
Sing to me the song of the stars
Of your galaxy dancing and laughing and laughing again
When it feels like my dreams are
so far, sing to me of the plans that you have for me over again.
Of your galaxy dancing and laughing and laughing again
When it feels like my dreams are
so far, sing to me of the plans that you have for me over again.
“cucu dady, kenapa mainnya lagu
melow sih?” tanya opa yang tanpa aku sadari sudah duduk disampingku
“ahh.. opa. Repot deh, kalo main
lagu yang ngebit salah, kalo melow juga salah” jawabku dan kembali memainkan
piano lagi.
So I lay my head back down,
and I lift my hands and pray to be only yours
I pray to be only yours
I know now you're my only hope
and I lift my hands and pray to be only yours
I pray to be only yours
I know now you're my only hope
“kalo nggak salah ini kan only
hopenya mandy moore” tanya opa kepadaku
Aku hanya mengangguk
Dan kami bernyanyi bersama
diiringi dengan permainan pianoku.
I give you my destiny
I'm giving you all of me
I want your symphony.
Singing in all that I am.
At the top of my lungs, I'm giving it back.
I'm giving you all of me
I want your symphony.
Singing in all that I am.
At the top of my lungs, I'm giving it back.
So I lay my head back down
And I lift my hands and pray to be only yours
I pray to be only yours.
I know now you're my only hope
And I lift my hands and pray to be only yours
I pray to be only yours.
I know now you're my only hope
“dady tau kalo kamu sedang
sedih” ucap opa setelah permainan pianoku selesai
“apaan sih opa? Resa lagi nggak
sedih” kataku mengelak
“jangan bohongin orang tua, kamu
bisa bohongin siapa saja tapi sama orang tua seperti dady, kamu nggak bakalan
bisa”
“opa....?” gumamku
“untuk kali ini terserah mau
kamu manggil dady itu dady atau opa, dady nggak bakalan marah. Tapi dady
bakalan marah kalau kamu nggak mau cerita sebenernya kamu sedih kerena apa.
Cerita sama dady”
“opa....” ucapku sambil
menyandarkan kepalaku dipunggung opa dan tanpa terasa air mataku keluar, aku
nggak bisa membendung air mataku, aku nggak tau kenapa akhir-akhir ini air
mataku mudah sekali keluar. Aku benci mengakuinya tapi aku tau kalau air mata
ini keluar karena Fandi, yeah... karena cuman Fandi yang mampu mengeluarkan air
mata ini dan cuman dia yang mampu menghentikan air mata ini.
“salah nggak sih opa kalo aku
suka sama lawan jenis diusia aku yang segini” kataku memulai pembicaraan “Sebenernya
aku pengen ngerasain suka dan akhirnya nangis karena patah hati diusia aku yang
ke 17, dimana semua itu wajar untuk anak remaja. Tapi ini.., aku ngerasain suka
dan akhirnya patah hati diusia aku yang masih 13 tahun”aku berhenti sejenak dan
menghapus air mataku yang keluar “Aku suka sama dia, dan dia juga suka sama aku.
Tapi keadaan berubah setelah sifatnya juga berubah” aku mengambil nafas dan
membuangnya aku yakin pasti air mata ini akan semakin keluar deras “Dia jadi
over protektif, cemburuan tapi dia nggak mau di perlakuin sama. Mulanya aku
hanya diam dan biarin dia ngelakuin sesuka hatinya tapi lama-kelamaan aku nggak
tahan. Akhirnya aku mutusin dia tapi nggak tau kenapa hati aku malah sedih
bukannya lega karena udah lepas dari dia. Semakin aku pengen ngelupain dia semakin
dia nggak bisa aku lupain” aku merasakan air mataku keluar semakin deras, aku
mencoba menghapusnya dan menahannya agar tidak keluar lagi “Semakin aku pengen
jauh dari dia semakin dia deket sama aku. Aku bosen opa, aku bosen ngerasain
ini semua. Aku bingung sama perasaan aku. Aku bodo karena aku suka sama dia”
lanjutku disertai air mata yang juga turun dan susah untuk ditahan. “aku bodo
opa..” gumamku
“dengerin opa, cinta itu nggak
mandang usia mau 17, mau 13 kalau tuhan udah berkehendak untuk nurunin rasa
cinta ke umatnya, umatnya nggak bisa berbuat apa-apa. Kita nggak bisa bilang
sama Tuhan ‘Tuhan, plis dong jangan datengin cinta di hati aku’. Cinta itu
sebuah anugerah dari tuhan jadi kita harus bersyukur udah dapetin itu bukan
malah menyesali. Cinta itu nggak salah Resa, karena memang cinta itu nggak
pernah salah” tutur opa kepadaku, dia menarik napas dan mengeluarkannya kembali
“Percaya sama dady, kalau
sekarang kita ngerasain mendung pasti habis ini akan turun hujan dan finally
bakalan cerah lagi” kata opa lagi dan aku nggak ngerti maksud dari omongan opa “seperti
beberapa menit lalu, kamu ngerasain mendung, sedih, galau, dilema dan sekarang
kamu mulai merasakan sebuah kedinginan karena hujan telah turun dan ketika
hujan kamu memerlukan tempat untuk berteduh, yah.. seperti sekarang, kamu
sekarang berteduh sama dady, kamu curhat sama dady, kamu nangis dibahu dady,
kamu minta saran sama dady. Kamu sudah mengalami 2siklus dan sebentar lagi
siklus yang ke tiga bakalan kamu rasakan Resa”
“Dady sadar, cinta itu nggak
hanya membawa kesenangan tapi juga kesedihan malahan juga keterpurukan tapi
jangan biarin kamu dikuasain sama emosi cinta yang meledak-ledak. Kamu cucu
dady, dan cucu dady semuanya kuat. Nggak ada ceritanya cucu dady terpuruk
gara-gara masalah cinta. Hapus air mata kamu, kamu jelek kalau nangis. Anggap
semua ini sebuah pembelajaran dan pengalaman biar kamu nggak jatuh kelubang
yang sama”
“thanks opa” kataku lirih
“Iya, sayang. Sekarang hapus air
mata kamu. Dady nggak mau ngeliat cucu dady yang cantik ini jadi jelek”
“opa...” gumamku dan memeluk
opaku yang hebat ini. Opa membalas pelukanku dan mengusap rambutku dengan penuh
kasih sayang. Opa selalu melakukan ini setiap aku sedih. Dan usapan opa adalah
sebuah spirit buat aku.
Aku
melepaskan pelukanku dan mengusap air mata aku, aku nggak mau nangis lagi, kata
siapa hanya Fandi yang mampu menghentikan air mata ini. “Resa ke kamar dulu ya
opa” kataku pada opa dan berjalan menuju kamar.
Sesampainya di kamar aku
langsung menyalahkan radio di stasiun kesukaanku. Aku berjalan menuju lemari
dan memilih baju apa yang akan aku gunakan nanti malam karena nanti malam ada
acara dinner dengan rekan bisnis dady.
“salamnya buat Reysha, maafin
aku karena aku nggak bisa ngendaliin perasaan aku, sampe akhirnya jadi kayak
gini. Aku pengen semuanya balik seperti awal. Plis maafin aku. End buat joyanya
thanks”
Aku tersenyum mendengar sebait
kalimat yang dibacain penyiar radio. Ternyata bukan hanya Reysha aku saja yang
ngalamin hal seperti ini tapi Reysha yang lain juga sama (sepertinya). Andai
saja salam itu dari Fanddi buat aku, tapi itu nggak mungkin. ‘Reysha, come on!
Jangan ngayal lagi. Seharusnya kamu bersyukur setidaknya kamu masih bisa
temenan sama dia’ ucapku pada diri sendiri. Satu hal lagi, dan ternyata aku
baru sadar bahwa nama Reysha itu pasaran, thats oke aku bakalan ganti nama aku
dengan nama yang lebih khusus, biar nggak ada yang nyamain. Ala... paling dady
cuman ceramah dan geleng-geleng kepala mendengar permintaanku yang aneh.
Akhirnya aku memilih dress
berwarna biru muda, aku ingat dres ini dibeliin momy setahun yang lalu, dres
ini sama persis dengan punya momy hanya saja panjang dres ini hanya selutut
sedang punya momy sampai mata kaki. Tapi model, motif, warna semuanya sama.
“Reysha” terdengar suara
memanggil namaku
Aku melihat keseluruh ruangan
tapi nggak ada satupun manusia didalam kamar ini kecuali aku, aku kembali sibuk
dengan melihat dres yang aku bawa. Setelah aku fikir-fikir, aku sudah bosen
memakai dres ini. Aku kembali mengobrak-abrik lemariku untuk mencari baju yang
lain.
“Reyshaa..” kembali aku
mendengar suara orang memanggilku
Aku melihat kesekeliling kamarku,
dan tetap saja nggak ada manusia lain selain aku disini. Spontan bulu kudukku
langsung berdiri dan rasa takut menjalariku. Tapi aku mencoba menepis
ketakutanku dengan cara menyibukkan diri mencari baju apa yang akan aku pakai
nanti.
“Reyshaaaa” kembali suara itu terdengar. Ampun
deh ini masih siang kali, kenapa udah ada setan sih.
“Reeeysshhaaa” suara itu lagi.
Ya Tuhan, aku takut.
“sshhhaaaa” kini suara semakin
kencang dan jelas.
Aku takut. “huuaaahhhh” aku
teriak sekencang-kencangnya dan berlari meninggalkan kamar.
“Daaaddyyyy.... mooommmyyyy............
opaaaaa......... omaaaa.... kaaakkkaaakkkk.....” aku berteriak memanggil siapa
saja, otakku mulai buntu nggak bisa berfikir dengan jernih yang aku tau cuman
aku nggak mau berada dikamarku sendirian yang ternyata super menakutkan.
“apaan sih? Berisik tau nggak?!”
teriak Boni dengan kesal dan menghampiriku
“ada apa Resss...” teriak momy,
dady, oma, dan opa barengan serta berlarian menghampiriku.
Aku langsung memeluk momy dengan
tubuh bergetar saking takutnya.
“ada apa Res? Kenapa kamu
teriak-teriak?” tanya momy penuh pengertian bukan seperti Boni yang setengah
mateng itu.
“taaadddiii... waktu aku dii kamar...
ada... yyyanngg mangggiiilll nama akuuu” kataku terbata “Taaap...taappiii waktu
aku cari disekeliling kamaaarrr aku nggak... ngggaaakkk ada orannnggg. Kamar
aku ada hantunya mom.. Resshhaaa takuuuuttt..” lanjutku dengan nada bergetar
karena ketakutan menjalariku sehingga ku sama-sekali nggak bisa mengendalikan
diri.
“ampun deh. Jadi kamu teriak
hanya karena begituan. Dasar penakut! Udah mom nggak usah diladenin nih anak” ucap
Boni sadis, kenapa sih nih anak selalu aja nggak pernah respect sama aku.
Menyebalkan!.
“tapi moooomm... Reesssshhhaaaa
nggak bohong.... Tadi ada yang manggil Resa tapi waktu Resa cari nggak ada. Reeessshhhaaaaa
takut...” kataku yang kini mulai bisa menguasi diri
“ya udahlah mom coba kita liat
aja didalam kamar Resha mungkin ada maling, kucing, atau apa gitu” tutur Dady
Akhirnya, dady, opa, oma, boni,
momy dan aku diurutan yang terakhir sambil mengekor dibaju momy. Mereka
menyebar diseluruh sudut kamarku dan mencari apa ada yang aneh dikamar aku.
“nggak ada apa-apa gini loh.
Dasar penakut!” ujar Boni kejam
“tapi aku nggak bohong” kataku
membela diri dengan nada yang masih ketakutan
“tapi buktinya nggak ada yang
aneh dari kamar kamu”
“hantukan emang nggak bisa
dilihat”
“mana ada hantu disiang bolong
kayak gini?”
“nggak mau tau, pokoknya aku mau
pindah kamar. Aku nggak mau tidur dikamar yang banyak hantunya”
“terserah deh.. pokoknya jangan
sampe kamu ngerebut kamar aku. Dasar penakut!” ujar kak Boni dan keluar dari
kamarku dengan muka ditekuk-tekuk.
“mom...?” kataku mencari bantuan
ke momy
“nggak ada apa-apa Resa, mungkin
kamu tadi berhalusinasi” jawab momy
“mom... aku nggak berhalusinasi,
tadi emang bener ada yang manggil aku tapi waktu aku cari nggak ada. Disini
banyak hantunya mom, aku nggak mau tidur disini lagi” ucapku meyakinkan
“resa, dengerin dady, dady tau
kamu takut dengan hal-hal seperti itu, tapi mana ada sih hantu disiang bolong
kayak gini. Bener kata momy kamu cuman berhalusinasi saja” tutur dady mencoba
menenangkanku.
“oma... opa....?” gumamku
mencari bantuan ke oma dan opa karena oma dan opalah yang saat ini aku harap
bisa diandalkan.
Aku menatap Opa, Opa hanya
mengangkat bahu. Gantian aku menatap oma “oma...” ucapku parau
“kali ini oma sependapat dengan
dady dan momy kamu, nggak ada apa-apa Resa. Paling kamu cuman berhalusinasi” ucap
oma yang diluar dari perkiraanku.
“AKU NGGAK BERHALUSINASI!”
kataku putus asa disertai kejengkelan karena nggak ada satu orangpun yang
mempercayaiku.
Oma sama opa hanya menepuk
pundakku pelan dan pergi meninggalkan kamar.
“mom.. dad.. aku nggak mau
ditidur disini. Pokoknya aku mau pindah kamar”
“momy kira ini saatnya kamu
belajar melawan rasa ketakutan kamu. Momy nggak akan ngabulin permintaan kamu.
Sebaiknya kamu istirahat biar nggak lagi berhalusinasi” kata momy lalu menyusul
oma dan opa meninggalkan kamarku.
Aku memeluk dady, kali ini hanya
dady yang bisa aku harapkan. “dad...?” kataku meminta bantuan.
“momymu benar sebaiknya mulai
sekarang kamu belajar melawan rasa ketakutan kamu, dady nggak mau ketakutan
kamu terbawa sampai dewasa. Kamu istirahat dulu ya, kalau hati kamu yakin
disini nggak ada hantu pasti nggak bakalan ada tapi kalau kamu yakin disini ada
hantu maka bakalan ada hantu karena hantu yang sebenarnya adalah hati kita
sendiri” tutur dady untuk menenangkan aku lalu membimbing ku berbaring ditempat
tidur.
“dad... plis jangan tinggalin
Resa sendirian”
“dady hanya tersenyum dan
mencium keningku dan berlalu meninggalkan aku sendirian yang masih ketakutan.
Aku nggak percayaa ini kenapa
semua orang dirumah ini nggak ada yang percaya sama aku. Mereka jahat aku nggak
berhalusinasi, dengan jelas aku mendengar namaku dipanggil tapi sialnya nggak
ada yang manggil aku. “god plis lindungin aku” doaku dalam hati. Dan menutup
seluruh badanku dengan selimut.
“Reysshhhhaaa” terdengar suara
itu lagi.
Spontan rasa ketakutanku tumbuh
lagi, padahal ketakutanku yang tadi saja belum hilang. “plis dong jangan ganggu
aku, aku nggak pernah ganggu kamu, janji deh nggak bakalan ngusir kamu. Tapi
plis jangan kerjain aku, jangan gangguin aku, aku pengen dikamar ini dengan
tenang. PLISS...“ ujarku entah kepada siapa, mau hantu kek, setan kek, ataupun
tekek kek. Nggak pedulu, pokoknya jangan ada yang ganggu aku.
“Reysha...” suara itu lagi dan
kini aku merasa ada yang menyentuh kakiku.
“hhhhuuuaaahhhh” jeritku
ketakutan dan melempar guling.
“Aaauuuwww...” terdengar suara
gumaman
Aku melepaskan selimut yang
melilitku dan melihat Fandi memegang guling yang tadi sempat aku lempar.
“berisik” teriak fandi
“Resha” teriak momy, dady, opa
dan oma secara bebarengan.
“sssssttttt...” ujar Fandi dan
memberi isyarat agar aku diam
“ada apa Res?” suara dady dan
langkah kakinya semakin mendekat.
Aku lihat Fandi menghambur
disamping lemari untuk bersembunyi.
“Resha, ada apa? Kalau kamu
teriak-teriak terus nggak enak sama tetangga” kata dady sesampainya dikamarku.
Aku hanya menunduk
“kamu istirahat ya. Dan anggap semuanya nggak ada apa-apa” lanjutnya dan lagi-lagi meninggalkanku lagi.
“kamu istirahat ya. Dan anggap semuanya nggak ada apa-apa” lanjutnya dan lagi-lagi meninggalkanku lagi.
“hmm... akhirnya aman juga....”
kata Fandi dengan mengelus dadanya dan keluar dari tempat persembunyiannya.
“kamu?” gumamku
“maaf karena udah ngebuat kamu
ketakutan. Aku bingung sama kamu kenapa kamu seketakutan itu sih? Tau nggak
gara-gara kamu aku hampir aja ketahuan sama keluarga kamu, mana hampir jatuh
dari tangga lagi”
“kenapa kamu ada disini?”
tanyaku memotong pembicaraan Fandi
“aku cuman mau minta maaf sama
kamu. Aku tau aku yang salah, seharusnya aku bisa lebih ngontrol kecemburuanku
dan emosiku”
“aku udah maafin kamu. Kamu
nggak perlu ngelakuin ini semua”
“kamu masih marah sama aku?”
Aku menggelengkan kepala “kita
kan teman, jadi nggak boleh nyimpan dendam dong”
Aku melihat dia menghembuskan
nafas seperti kecewa dengan kata-kataku tadi.
“sebaiknya kamu pulang sekarang,
aku nggak mau keluargaku tau kamu ada disini”
Dia tersenyum “aku tau itu, aku
kesini juga mau bilang kalau aku nunggu kamu ditempat biasa sepulang kamu
sekolah, besok” dia membalikkan badan
dan bersiap untuk pergi dari kamarku melalui cendela kamarku yang terbuka. Aku
bangun dan melepas dia pergi. Aku baru sadar dia sampai kekamar aku melalui
tangga. Aku melihat dengan perlahan ia menuruni tangga dan.... o’oh.... kenapa
ada dady disitu?
“hey.... mau maling ya?” teriak
dady sambil membawa sapu lidi
Oh no, jangan sampe Fandi mati
gara-gara diajar sama dady. Aku nggak mau dady ditangkap polisi dan dihukum
bertahun-tahun hanya gara-gara ini, apalagi kalo ada wartawan dan mereka nulis
‘seorang pemuda meninggal digebukin sampai mati oleh ayah dari si mantan karena
kepergok habis mengendap-endap dari kamar si mantan’.
“dady... “ teriakku kepada dady
agar dady tidak menghajar Fandi. Tapi sialnya dady tidak mendengar teriakanku.
Otakku berfikir cepat dan aku memutuskan untuk menemui dady dan menyelamatkan
Fandi. Aku berlarian tidak menghiraukan momy dan oma yang bertanya yang aku
hiraukan hanya keselamatan Fandi. Aku berlari menuju halaman depan.
“dadddddyyyyyy......” teriakku sesampainya dihalaman depan. Aku langsung
memisahkan dady yang sedang memukul Fandi. “dady, stop it” teriakku lagi.
“dia maling Resha, minggir...
maling seperti dia harus digebukin biar kapok” ujar dady tidak mau melepaskan
Fandi dan dady semakin gencar memukul Fandi.
“om... saya temennya Resha,
bukan maling om...” ujar Fandi menjelaskan
“dady..... stop! He’s my friend”
ujarku lagi agar lebih menegaskan bahwa Fandi bukan maling.
“apa? He’s your friend? Are you
serious?” gumam dady seakan ingin memastikan pendengarannya tidak salah
“yes..., so plis stop it. Kasian
Fandinya” kataku lagi dan kini dady
“ups... sorry
i think you a thief” kata dady dan melepaskan Fandi.
Fandi terlihat
menghembuskan napas lega.
“kalau kamu teman
Reysha, kenapa tadi saya lihat kamu turun dari tangga ini?”
“itu om, saya tadi
cuman lihat
0 Response to "tangga"
Posting Komentar