7
Bagio
“Akuntansi adalah ilmu yang harus dikuasi oleh semua orang. Karena dengan menguasai akuntansi, perekonomian seseorang dapat stabil, ketika dicatatan diketahui pengeluaran akan mencapai ambang batas maka orang tersebut dapat melakukan beberapa langkah untuk pengiritan sehingga meminimkan resiko dari pribahasa ''besar pasak dari pada tiang. Itulah garis besar keterkaitan dan seberapa penting ekonomi dan akuntansi dipelajari oleh manusia menurut kelompok kami. Sekian dari kami, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih,” kata Cendika menutup presentasi kelompok mereka.
Semua siswa berbondong-bondong bertepuk tangan, bahkan pak Jarwo guru ekonomi dan akuntansi pun demikian. Bagio menoleh pada Cendika yang terlebih dahulu menoleh ke arahnya, mereka tersenyum dengan puas akan kerja mereka.
Bagio mengacungkan jempolnya pada Cendika, ia tidak mengira bahwa cewek itu pandai beretorika sehingga presentasi dengan materi biasa dapat memukau banyak orang. Bukan itu saja, penutup dari presentasi ini murni rangkaian cewek itu. Awalnya mereka terlibat pembicaraan tentang pelajaran yang disukai Bagio setelah Bagio bercerita tentang ekonomi dan keduanya saling adu pandangan, Cendika menyimpulkan pembicaraan mereka dan menjadikannya penutup presentasi.
Pak Jarwo menyuruh Bagio dan Cendika duduk kembali ke tempat masing-masing.
“Terima kasih presentasinya untuk Bagio dan Cendika-pembuka presentasi kelompok hari ini yang bagus. Secara keseluruhan apa yang diungkapkan teman kalian semuanya benar, dan yang paling Bapak suka dari presentasi ini adalah review kelompok ini dengan cara menyederhanakan kalimat dalam buku dan memberikan gambaran di dalam kehidupan sehari-hari sangat diacungi jompol,” komentar pak Jarwo.
‘Well done Bagio’
Pesan melalui WA dari Cendika muncul, Bagio menoleh pada Cendika yang kebetulan sedang memandangnya.
‘Yang benar ‘We did it!’’
‘Kita rayakan di kantin?’
Bagio melongoh, apa sebegitu baghagianya cewek itu atas presentasi hari ini makanya dia ingin merayakan? Pikir Bagio. Namun ia yang tidak ingin merusak kebahagian cewek itu pun menerima meski ia rasa agak berlebihan.
‘Oke’
***
“Yuk..” ajak Bagio dengan mendatangi Cendika di bangkunya. Namun bukannya segera berangjak dari tempat duduknya justru Cendika membuka buku matematika dengan wajah purat. “Kenapa?”
“Aku lupa kalau matematika ada pr, aku belum mengerjakannya,” kata Cendika dengan panik. “Kamu ke kantin duluan aja deh, nanti aku menyusul,” sambungnya sambil membuka lembar kerja siswa pelajaran matematika.
“Belum semua?” tanya Bagio, ia jadi tidak tega melihat teman kelompoknya panik seperti ini. “Lima belas menit lagi bu Anggra datang, kamu bisa menyelesaikannya dalam waktu sesingkat itu?”
Cendika memandang Bagio memelas, “entahlah,” katanya singkat. Lalu ia mulai menulis jawaban di buku tulisnya.
Bagio menatap Cendika yang mulai mengerjakan pr-nya, baru saja ia menatap rona bahagia di wajah cantik cewek itu namun sekarang rona bahagia itu tergantikan oleh kepanikan dan kesedihan. Melihatnya seperti itu Bagio jadi tidak tega. Maka ia putuskan untuk kembali ke bangkunya, mengambil buku matematika.
“Nih,” ujar Bagio sambil memberikan pekerjaannya ke Cendika, cewek itu memandangnya dengan perasaan bersalah. “Aku ngerjakannya memerlukan waktu dua jam, sepintar apapun kamu nggak mungkin bisa menyelesaikannya tepat waktu.” Lanjut Bagio sebelum cewek itu sempat mengeluarkan suara. “Terlebih kamu sedang panik, pasti nggak akan bisa berfikir cepat. Jadi salin ini saja,”
Terlihat Cendika menghela napas, “terima kasih ya,” katanya pada akhirnya sembari menerima buku Bagio.
“Mengingat kamu cepat lapar, kamu nitip apa karena aku mau ke kantin?”
“Baik hati banget temanku satu ini,” ucap Cendika dengan senyum lebar. “Donat kentangnya bu Wiji yang rasa cokelat keju dan jus strawberry,” pintanya.
Bagio mengangguk, “Salin cepat gih, bu Anggra nggak akan memafkanmu kalau tugasnya nggak dikerjakannya,” kata Bagio.
Bagio menuju kantin yang sudah ramai dengan para siswa, ia langsung menuju stand bu Wiji untuk membelikan pesanan Cendika dan bang Eman untuk memebeli jus untuk Cendika dan dirinya.
Sejak SD baginya mencontekkan hasil kerjanya pada teman suatu hal yang biasa, baginya kalau ia bisa membantu orang lain maka mengapa tidak melakukannya. Tapi entah mengapa, untuk pertama kalinya saat ia memberikan pekerjaannya pada Cendika ia merasa ia telah melakukan kesalahan.
Setelah membeli beberapa jajanan, Bagio kembali ke kelas. Di sana ia mendapati Cendika sedang menerima ‘tamu’, entah kali ini cowok siapa lagi yang menghampirinya karena seakan kebiasaan cewek itu menerima tamu dari berbagai kelas, entah itu cowok yang sedang PDKT dengannya maupun para ketua ekskul untuk menawarinya bergabung dengan mereka, para cewek dari berbagai kelas yang mencoba membuatnya tergabung dalam sebuah geng dan lainnya. Yah, barangkali itulah rutinitas seorang ccewek populer.
“Bagio,” seru Cendika sambil melambaikan tangannya saat mengetahui Bagio sudah kembali. “Akhirnya kamu sudah kembali,” katanya menyambut kedatangan Bagio penuh suka. Bagio menyodorkan pesanan Cendika dan langsung diterima dengan senang hati oleh Cendika. “Thank you,” ucapnya.
“Sudah sampai mana? Lima menit lagi istirahat habis,” tanya Bagio seolah teman Cendika tidak ada di antara mereka.
Cendika mengedikkan bahunya, “masih kurang sepuluh soal,” jawabnya.
“Makanya konsen nyalin jangan disambi,” hardik Bagio, sesaat setelahnya ia menyadari kesalahannya karena nada bicaranya yang salah, tidak seharusnya ia sesinis itu dan entahlah kenapa tiba-tiba ia menjadi sinis.
Terdengar suara tawa kecil Cendika, “Mau gimana lagi, di hadapanku ada ketua robotik masa aku cuekin,” katanya yang langsung ditimpali oleh tamunya Cendika.
Bagio menatap tamu cendika yang tampangnya lumayan juga, dan yah tamunya Cendika memang selalu cowok ganteng, punya jabatan di sekolah ini minimal ketua kelas, terlihat pintar dan tentunya berkantong tebal, setidaknya milik orang tua mereka. Sedangkan yang tidak punya itu hanya diam-diam memandang Cendika seperti yang dilakukan teman sekelasnya bernama David yang kini sedang memperhatikan Cendika di bangkunya.
Tidak mau menjadi nyamuk di antara mereka akhirnya Bagio memilih bergabung dengan Cha-cha si ratu gosip yang tentunya sedang dikelilingi followersnya. “Ada gosip apa hari ini?” tanya Bagio.
***
Terdengar suara dencit pintu terbuka yang menandakan mamanya sudah pulang, tanpa Bagio melihat jam ia dapat mengetahui bahwa sekarang sudah pukul sepuluh malam, yah, kepulangan mamanyalah yang seperti alarm buatnya.
Bagio menatap jendela rumahnya yang sengaja ia buka, di langit begitu hampa, tidak terlihat bintang maupun bulan, awannyapun berwarna kelabu namun sejak berjam-jam tadi tidak ada tanda-tanda akan turun hujan. Menggantung itulah yang tepat, sama halnya dengan status pernikahan kedua orang tuanya dan nasib keluarganya.
Di kepala Bagio telah tersusun satu kata untuk memutus ketidak jelasan ini, namun ia belum mempunyai keberanian untuk mengungkapkannya pada kedua orang tuanya. Cerai. Apalagi selain itu? tidak ada harapan untuk kata damai di antara mereka. Bertahun-tahun status pernikahan hanya ada di ktp dan kartu keluarga saja. Entah kemana cinta yang dulu bersemi. Bahkan Bagio sudah lupa bagaimana tatapan kedua orang tuanya yang saling memandang penuh cinta.
Bagio menutup buku geografinya, ia sudah selesai mengerjakan pr-nya dan sudah belajar untuk materi yang akan dipelajari di kelas besok. Bagio menghela napas berat, entah apa yang harus ia lakukan lagi karena ia belum juga mengantuk.
***
Senyum Bagio merekah ketika mendapatkan pesan lewat WA dari orang yang sangat spesial. Pesan tersebut berisikan tentang rencana liburan yang akan mereka lakukan di akhir bulan ini di Bandung. Cepat-cepat ia menelpon untuk mengkonfimasinya.
“Rencana ini nggak mungkin gagal lagi kan?” tanya Bagio yang langsung, yah ia memang tidak pernah basi-basi terhadapnya.
Di seberang sana terdengar suara tawa yang begitu renyah, “Tentu,” jawabnya singkat. “Sabtu ketemu di tempat biasa ya,” katanya sebelum ia menutup teleponnnya karena ada yang harus ia kerjakan.
Bagio begitu girang, maklum ini adalah liburan pertamanya dengan orang yang sangat spesial baginya. Dua bulan lalu mereka sudah merencanakan liburan ke Bandung namun karena kesibukan antara keduanya maka liburan tersebut diundur. Dan kali ini Bagio pastikan ia mengcansel acara apapun, liburan kali ini harus jadi, itu tekadnya. [.]
***
8
Cendika
Cendika menepuk-nepuk punggung mas Mahesa-kakak laki-lakinya yang sedang memitingnya. “Cukup! Ampun mas!” serunya.
“Setuju?”
Cendika mengangguk cepat sebelum pitingan kakaknya semakin erat. “Oke, besok pemotretan tanpa ada syarat apapun kecuali honor seperti biasanya,” kata Cendika.
Akhirnya mas Mahesa melepaskan Cendika. Ia tersenyum penuh kemenangan, “kalau kayak gitu sejak tadi kan aku nggak perlu kayak gini,” katanya lalu membenarkan anak rambutnya yang tidak pada jalurnya akibat ulah memiting adiknya.
“Aku kan cuma minta tiket konser om Shane Fillan,” kata Cendika dengan nada merajuk. “Untuk tiket pesawat ke Jakarta aku bisa sendiri dan aku bisa nginep di Budhe!” sungutnya yang masih tidak terima diperlakukan tidak adil oleh kakaknya. “Aku nggak bakal ganggu mas dan si Siska, kurang kerjaan amat gangguin kalian. Aku cuma perlu datang ke konsernya si om ganteng Shane Fillan,” lanjutnya dengan mendramatisasi kalimat ‘si om ganteng Shane Fillan’.
Cendika adalah penggemar berat boy band tahun 90an itu, jadi ketika ia mengetahui bahwa Shane Fillan salah satu anggota westlife akan menggelar konser di Jakarta ia pun berkeinginan untuk datang. Namun naasnya seluruh keluarganya tidak mengijinkannya ditambah kakaknya itu tidak mau ‘diekori’ oleh dirinya. Alasannya satu, karena ia belum genap 17 tahun. Terpaksa Cendika menyerah.
Malam ini, sebelum acara pemitingan, harapan untuk datang ke konser itu. Pagi tadi Cendika memergoki kakaknya sedang memesan tiket konser. Cendikapun merasa mempunyai peluang, terlebih ketika malam ini kakaknya memintanya untuk menjalani pemotretan untuk produk terbaru. Seperti biasanya, ia bekerja dengan kakaknya sebagai model cewek dari pakaian rancangannya yang akan dilucurkan oleh distro miliknya akhir bulan ini dengan syarat kakaknya bersedia mengikutkannya ke konser tersebut. Tapi ‘jual-belinya’ sia-sia.
Kakaknya tertawa, “hanya untuk tujuh belas plus,” katanya sambil menampilkan mimik songong.
“Tega banget!” seru Cendika.
“Bayangkan, nanti si Shane Fillan nyanyi beautiful in white terus aku nyerahin cincin untuk Siska romantis kan?” katanya. “♫ What we have is timeless. My love is endless. And with this ring I. Say to the world. You're my every reason you're all that I believe in. With all my heart I mean every word ♫” kakaknya mulai bernyanyi sambil melakukan adegan membuka kotak cincin dan adegan-adegan lainnya yang mungkin akan dilakukannya di konser itu, tentunya bersama Siska.
“Ahh!” teriak Cendika menghentikan aksi kakaknya. “Tega banget, padahal aku juga pengen doi nyanyi everything to me secara live! ♫Cause I don't need the sunlight shining on my face♫” Cendika mulai bernyanyi, namun ia hentikan karena kakaknya memandangnya dengan tatapan mencela, tidak terima akan hal itu Cendika berdehem keras. “♫ Cause I don't need the sunlight shining on my face. And I don't need perfection to have the perfect day. I just want to see you happy a smile on your face. Nothing else matters . Cos you're everything to me.. to me.. to me.. You're everything to me ♫” sambungnya menyanyikan lagu favoritnya milik Shane Fillan tak kalah heboh dengan kakaknya tadi.
“Atau gini... ♫ And I caught you out red handed. Knee deep in my heart. When I was upside down. Spinning round and round and round in the dark. Act so sweet but you're guilty as charged. I caught you out red handed. Knee deep in my heart ♫” sahut mas Mahesa menyanyikan lagu knee deep in my heart.
Cendika teriak histeris, “stop sop stop!” teriaknya. “Cukup kak, aku nggak kuat lagi. Pergi sana! dasar kakak durhaka!” sambungnya dengan mendorong kakaknya agar keluar dari kamarnya.
Mas Mahesa tidak melakukan penolakan yang ia lakukan hanya melanjutkan bernyanyi lagu knee deepin my heart untuk memanasi Cendika. “......”
***
“Aku mau protes!” ujar Cendika di hadapan mami-papinya yang sedang menonton film lewat tv kabel di ruang keluarga. Mami-papinya hanya memandang anak gadisnya lalu saling memandang dan memberi kode kemudian mami berinisiatif untuk mematikan tv. “Apa salah kalau aku belum tujuh belas tahun? kenapa karena umur aku nggak bisa nonton Shane Fillan?”
Mami menghela napas, tangannya memberi instruksi agar Cendika duduk di antara mami dan papi. Cendika menurut. “Nggak ada yang salah. Hanya waktunya saja yang belum tepat,” jawab Mami yang entah mengapa justru mengingatkan Cendika lagu Agnes Monica yang pernikahan dini.
“Ayolah, pasti di sana banyak yang seusia aku yang belum tujuh belas tahun,” bujuk Cendika. “Apa nggak ada cara agar mami dan papi ijinin aku?”
Terlihat mami dan papi sedang berpikir. Tak lama maminya menggelengkan kepalanya. Cendika menoleh pada papinya dengan raut memelas, “ya pa?” ucapnya sendu penuh pengharapan. Papinya tersenyum kemudian mengangguk. “Yeah!!!” sorak Cendika.
“Dengan syarat kamu mendapatkan nilai uts rata-rata sembilan, setuju?”
Sorak gembira itu langsung lenyap. “Lupakan!” ujar Cendika merajuk.
“Ayolah, kamu kan tau aturan rumah ini, jika ingin mendapatkan sesuatu harus mempersembahkan sesuatu atau mengorbankan sesuatu,” kata papi dengan mengedipkan matanya pada mami.
Cendika tidak menyahuti, ia langsung bangkit menuju kamarnya. Cendika berjalan dengan lesu, terpaksa ia harus merelakan kesempatannya pupus seperti dua tahun lalu saat terakhir kali Shane Fillan menggelar konser di Jakarta. Mau bagaimana lagi, karena syarat yang diajukan papinya sangat berat, ia tidak mungkin bisa.
Pintu kamarnya ia tutup lalu ia mematikan lampu kamarnya dengan mengganti lampu tidur. Jam di dinding kamarnya menunjukkan pukul sembalan malam, biasanya ia tidur pukul setengah sepuluh malam berarti kurang setengah jam lagi, namun kali ini lebih memilih tidur lebih awal. Ia masih kecewa karena tidak bisa menonton konser tersebut.
Dering hp miliknya membuat Cenika mengurungkan diri untuk rebahan. Ternyata Dion teman satu kelompok LOSlah yang sedang menelpon, awalnya Cendika mengira bahwa ia akan bekerjasama dengan Dion namun sayangnya Dion masuk kelas IPA bukannya IPS. Padahal cowok seperti Dion akan sangat mudah ia jadikan partner, yah Dion tipe cowok yang haus popularitas, cukup keren, dan belaga playboy.
Tiba-tiba Cendika teringat akan Bagio.
Yah, Bagio!
Ia masih mempunyai peluang!
Cendika tersenyum cerah dan mengangkat telepon tersebut.
***
“Malam ini ada acara?” tanya Cendika pada Bagio saat mereka sedang di kantin. Hari ini tidak ada pr yang oleh karenanya membuat tangannya capek lebih awal. Tapi sialnya hari ini ada ulangan harian, parahnya pelajaran matematika.
“Enggak, kenapa?” sahut Bagio setelah terlebih dahulu menyeruput teh hangat bikinan cak Halim.
“Sejujurnya aku ada pemotretan, biasanya aku ditemenin sama temenku tapi sayangnya dia lagi ada acara.”
“Kamu model?” tanya Bagio dengan nada terkejut.
Cendika menggedikkan bahunya, “begitulah. Hanya dua brand aja,” kata Cendika. “i-kece milik kakakku dan--”
“I-kece milik kakakmu?” sahut Bagio cepat dengan mata berbinar.
Cendika mengangguk, ia maklum dengan ekspresi Bagio karena produk keluaran mas Mahesa tiga tahun belakangan sangat booming di kalangan anak muda, bahkan sempat ada yang bilang bahwa ‘kamu nggak keren kalau belum punya koleksi i-kece’.
“Wow,” ucap Bagio kagum. “Satunya?”
“Laksmi, butiknya mami.”
Bagio mengangguk-angguk, “pakaian mamaku banyak yang dari butik itu,” kata Bagio.
“Sebenernya nggak hanya jual pakaian buat ibu-ibu aja, remaja dan dewasa muda juga ada,” kata Cendika mengoreksi. Ia tidak mau kalau Bagio mengira ia menjadi model baju ibu-ibu.
“Aku nggak nyangka kamu juga seorang model,” tandas Bagio.
Cendika meneguk teh hangatnya, “mau bagaimana lagi, untuk penghematan jadi modelnya dari keluarga sendiri. Mami biasanya pakai aku untuk baju remaja putri, kakak sepupuku untuk dewasa muda, mami sendiri untuk yang ibu-ibu. Kalau distronya kakak biasanya mas Mahesa yang jadi model, lalu aku kalau yang untuk remaja, malahan buat menghemat ia nyuruh pacarnya buat jadi model juga,” jelas Cendika.
Terlihat Bagio menggeleng-gelengkan kepalanya dengan raut takjub, “asik tuh,” komentarnya. “Jadi ingat artis Ahmad, yang ‘jual’ semua keluarganya.”
Cendika tertawa, “itu inspirasi keluargaku,” jawabnya. “Jadi gimana? Mau nemenin?”
“Aku bukan orang yang suka nolak tawaran bagus.”
***
9
Bagio
Sesuai kesepakatan, Cendika akan menjemput Bagio di rumahnya jadi sepulang sekolah Bagio langsung membereskan rumahnya, terlebih Cendika adalah teman ceweknya yang pertama mengunjungi rumahnya. Awalnya ia menolak rencana Cendika yang akan menjemputnya tapi cewek itu bersikeras dan Bagio tidak bisa berkelit karena alasan-alasan yang ia hadirkan ‘hanya mengada-ada’ bagi Cendika.
Jangan ditanya bagaimana keadaan rumahnya hingga membuatnya harus beres-beres saat akan ada seorang tamu, karena sebelumnya tolong bayangkan dulu bagaimana kondisi rumah yang seringnya ditinggali oleh dua orang ‘sibuk’. Satunya berangkat pagi buta pulang malam dan yang lain berangkat pagi pulang tidak tentu.
Debu ada dimana-mana karena hanya seminggu sekali mamanya mempunyai waktu luang membersihkan rumah, sedangkan Bagio karena ia merasa cowok tidak melakukan hal-hal semacam itu hanya membereskannya ketika moodnya sedang baik, ada orang spesial yang berkunjung dan saat kondisi rumahnya tak ubahnya seperti gudang. Selain debu tidak ada hal yang ‘mengganggu’ kerapian ruang tamunya karena ruangan ini seperti halnya ruang keluarga sangat jarang digunakan.
Bagio sudah selesai membereskan ruang tamunya saat jam telah menunjukkan pukul lima sore. Setelahnya ia langsung menuju kamarnya, kamarnya seperti kamar cowok lainnya. Sedikit berantakan, dimana buku, pakaian, koran, majalah berada di tempat yang tidak seharusnya. Bungkus snack dan cup mie instan yang belum ia buang, remah-remah snack yang membuat semut mendapatkan rezeki, botol air mineral yang tercecer dimana-dimana menambah deret panjang seberapa berantakan kamar Bagio.
Namun ada dua tempat yang selalu rapi di kamar Bagio, yaitu ranjangnya yang memang sengaja ia rapikan tiap hari karena baginya ranjangnya adalah surganya, di sana ia melepas penat dan mengakhiri serta memulai harinya. Kedua adalah jendela kamarnya, ia tidak pernah lupa merawat kusen jendelanya karena itu adalah tempatnya duduk dan mencari inspirasi juga mengenang.
Seperti halnya ia merapikan ruang tamu, ia juga merapikan kamarnya, entah mengapa hatinya menggerakkan tubuhnya untuk melakukannya.
Pukul enam sore, Bagio menuju kamar mandi untuk bersiap diri. Dengan memakai kaos dan celana terbaik ia menunggu kedatangan Cendika. Sembari munggu Cendika, ia memainkan gitarnya yang sudah seminggu ini nganggur. Jika memandang gitar ini, ia selalu teringat akan mamanya, yah gitar ini pemberian mama yang berharga.
Tanpa bisa dicegah Bagio bernostalgia pada hari dimana gitar tersebut menjadi miliknya. Sebelumnya, hari itu bukan hari yang spesial, tidak ada yang ulang tahun di hari itu namun mamanya yang entah karena apa membelikannya sebuah gitar. Bagio ingat kata-kata mama saat memberikan gitar ini untuknya ‘untuk kamu, buat rumah ini ramai dengan gitar ini’. Tapi yang terjadi, hanya sesekali Bagio memainkan gitarnya di rumah, dari pada memainkannya di rumah ia lebih sering memainkannya di warkop dekat rumahnya, di taman tempatnya berkumpul dengan teman-temannya dan di sekolahnya SMP.
Dan setelahnya, hari itu menjadi hari yang spesial bagi Bagio. 25 Oktober. Ia mengingat hari itu sebagai hari kasih sayang, bukan 14 februari seperti semua orang. Saat dalam benaknya mulai tidak menyukai mamanya ia akan langsung membawa dirinya pada hari itu.
Bagio menghela napas, ia duduk di atas kusen jendela, jemarinya mulai menggenjreng gitar kesayangannya dan lagu i have a dream adalah lagu yang ia mainkan. Lagu kesukaan mama sekaligus lagu pertama yang ia hafal kunci gitarnya [.]
***
==========================================
Mungkin ini novel karya terakhir adik Lia, karena diedit terakhir adalah bulan maret tahun 2019, tahun adik meninggal dunia (semoga Amal Ibadahnya diterima Allah dan segala kesalahannya di ampuni - dan mohon maaf jika beliau ada salah dengan kalian) - di nama file tertulis dikirim februari - kemungkinan file ini telah dikirim ke penerbit (entah mana) - > jika ada yang diberikan adik lia hak untuk menerbitkannya dengan disertai bukti, maka saya akan menghapus post ini jika memang itu yang dikehendaki, monggo ...
0 Response to "BAD - BETTER (4)"
Posting Komentar