1
Cendika.
Mata Cendika terbuka. Napasnya terengah-engah seakan telah berlari berjam-jam lamanya kemudian seakan-akan terjatuh padahal ia tidak terjatuh. Cendika mengedarkan pandangannya. Cendika berada di ruangan dengan cat berwarna biru langit, di sana-sini ada poster-poster tentang kesehatan. Ada sepuluh ranjang ukuran single, dimana tujuh di antaranya ditiduri oleh siswa termasuk dirinya. Uks, hanya ruangan itu yang memiliki ciri-ciri seperti ini.
Pantas saja napasnya memburunya apalagi alasannya kalau bukan mimpi itu. Yah mimpi, untung saja kejadian memalukan tersebut adalah mimpi, kalau bukan pasti ia langsung meminta orang tuanya memindahkan dirinya dari sekolah ini sekarang juga.
Ah ya, Cendika jadi ingat kejadian apa yang membawanya ke ruang uks ini. Memang bukan kejadian sangat memalukan seperti dalam mimpinya barusan, akan tetapi malu ya malu. Bedanya, dalam mimpi ia memalukan dirinya sendiri di hadapan orang lain, sedangkan kejadian tadi ia memalukan dirinya sendiri tanpa diketahui orang lain. Dan hal yang sama dari keduanya adalah ia bertemu cowok itu. Arga.
*****
Beberapa waktu yang lalu..
Bel berbunyi yang menandakan bahwa waktu istirahat telah habis. Materi LOS hari ini selanjutnya adalah PBB alias Pelatihan Baris Berbaris. Dari materi layanan orientasi siswa yang ada dan tidak Cendika senangi adalah materi PBB ini. Mungkin karena dalam materi ini harus serius, berada di lapangan yang panasnya serasa matahari di atas kepala, terlalu kaku, sehingga akan terasa sangat membosankan.
Seluruh siswa digiring oleh panitia pendamping menuju halaman sekolah. Kemudian diminta berbaris yang rapi dengan sedikit jarak sama halnya barisan stretching dalam olah raga. Setelah barisan rapi, panitia mempersilahkan dua orang pak polisi memandu materi ini.
Setengah jam berlalu dengan sangat lambat. Dalam materi tersebut tak henti-hentinya Cendika mengomel dalam hati serta berharap agar materi ini segera selesai. Namun harapan itu tidak terkabul, karena buktinya setelah pak Polisi selesai menyampaikan serta mempraktekkan materi, panitia bukannya membubarkan justru memberi instruksi pada para pendamping menggiring kelompok siswa dampingannya menuju beberapa tempat yang disepakati.
Cendika berjalan beriringan dengan Nadia teman barunya di sekolah ini menuju lapangan yang berada di belakang gedung sekolah mengikuti Mitha.
“Ada cara untuk mengakhiri penderitaan ini?” tanya Cendika lirih pada Nadia.
Nadia tertawa, “Berdoa minta hujan,” jawabnya cepat. “Kalau hujan materi ini akan dihentikan, karena tidak mungkin para panitia membiarkan siswa baru hujan-hujan,” lanjutnya. “kecuali mereka mau di demo oleh para wali siswa.”
“Bukannya malah asik, kalau ada demo? Artinya sekolah ini akan semakin terkenal karena headline news,” sahut Cendika.
Nadia tergelak, “Ide yang bagus,” ucapnya. “Cara instan mencapai popularitas,” tambahnya.
“Ayo cepetan, jangan lelet!” seru Mitha pada Cendika dan Nadia yang tertinggal jauh dari barisan.
Spontan Cendika dan Nadhia saling bertatapan dengan wajah sewot, dari tatapan mata, mereka seolah mengatakan ‘pendamping bawel!’, yup, kesamaan yang menghubungkan mereka menjadi teman adalah ketidak sukaan mereka atas sikap bossy Mitha. Namun yang namanya junior bagaimanapun harus mematuhi senior maka jadilah keduanya mempercepat langkah mereka.
“Nenek sihir,” maki Nadia.
Cendika tertawa, “ala kekinian. Tanpa topi, tanpa tongkat,” sahut Cendika.
Nadia terbahak, “Ssstt, jangan keras-keras, nanti tangannya keluar asap untuk mulai ritual mengutuk kita!” katanya yang langsung disahuti oleh gelak tawa tanpa suara oleh mereka.
Cendika dan Nadia berada di kelompok kecil yang dipandu oleh Mitha yang berada di paling ujung dekat lapangan footsall. Setelah beberapa menit berlalu untuk persiapan ini-itu, mengatur posisi barisan dan sedikit penjelasan mengenai PBB. Secara serempak mereka mempraktekkan apa yang telah disampaikan bapak poisi dari mulai cara siap, beristirahat di tempat, belok kanan-kiri, gerak jalan di tempat, dan masih banyak lagi.
Terik matahari sedang berada di puncaknya. Sudah tiga puluh menit latihan PBB berlangsung dan tiga puluh menit tersebut adalah waktu yang paling menyiksa bagi Cendika. Bagaimana tidak, gerakannya selalu saja dikritik oleh Mitha, dan sampai detik inipun ia tidak tahu apa salahnya kalau gerakannya tidak sebagus gerakannya karena ini bukan keahliannya, karena tiap orang memiliki keahlian masing-masing!
Beruntung, setelah hal menyebalkan yang dilakukannya, kini Mitha nampaknya sedang berbaik hati sehingga memutuskan memberi waktu istirahat. Tubuh Cendika sudah merasa kecapean, keringat sebesar butir jagung membasahi keningnya. Ia memilih duduk dan berteduh di pinggir lapangan tepat di dekat pohon yang cukup rindang seperti halnya yang lain.
“Mitha...” terdengar suara memanggil nama Mitha dengan suara yang cukup keras.
Entah mengapa suara itu juga menarik perhatian Cendika, ia menoleh ke asal suara diikuti langkah Mitha mendekati pemilik suara. Cendika menatap pemilik suara dengan tatapan sulit dijelaskan. Tiba-tiba tatapannya terasa terkunci. Matanya tidak bisa lepas dari pemilik suara tersebut.
Seorang cowok dengan tinggi sekitar 180an senti, rambut cepaknya tersisir rapi, berkulit sawo dan senyumnya seakan membius tubuh Cendika menjadi patung. Cowok itu nampak mempesona.
Tanpa sengaja senyum Cendika menghiasi wajahnya.
Falling in love at the first. Mungkin ini adalah maksudnya. Senyum Cendika semakin lebar. Selama ini para cowoklah yang melakukan hal tersebut ketika berpapasan dengannya namun kali ini? Iya sekarang jadi tahu bagaimana rasanya, seketika pemakluman hal-hal konyol yang pernah mengenainya terjadi. Hal tersebut bukanlah hal konyol tapi hal yang wajar yang dilakukan seseorang ketika menatap orang yang disukai.
Terlihat cowok itu sedang mengobrol akrab dengan Mitha, entah apa yang diobrolkan karena jarak mereka yang lumayan jauh dan suara riuh rendah dari teman-temannya. Sesekali cowok itu tertawa mendengar Mitha berbicara, yang entah mengapa membuat Cendika menyukai tawa itu. Ia jadi membayangkan bahwa ia yang berada diposisi Mitha, pasti ia akan senang karena bisa membuat cowok itu tertawa dan bisa menatap serta mendengar tawa itu dari jarak dekat.
“Cendika, apa kamu capek? Badanku rasanya remuk semua,” keluh Nadia yang sedang duduk di samping Cendika. “Kalau nggak terpaksa pasti aku nggak bakal mau ikut,” lanjutnya namun Cendika tidak menyadari keluhan Nadia, ia masih sibuk memperhatikan cowok itu. Mengamati setiap detil bagian wajah cowok itu.
“By the way, panas banget ya,” celoteh Nadia yang tidak menyadari bahwa ia sedang tidak diperhatikan oleh lawan bicaranya.
“Cendika, punya permen nggak tenggorokanku nggak enak nih,” kata Nadia lagi yang mengubah arah pembicaraan. “Cendika....” lanjutnya sambil menyenggol lengan Cendika yang tidak menyahut. Cendika masih belum sadar sedang dipanggil Nadia. Nadia menghembuskan napas dengan jengkel setelah tau ia tidak diperhatikan. “Cendika..” seru Nadia dengan sebal sambil melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Nadia.
“Eh? Apa?” sahut Cendika tersentak.
“Nggak jadi!” ucap Nadia sebal diiringi oleh datangnya Mitha yang menghentikan sesi istirahat.
Terdengar keluhan dari teman-temannya tapi mereka tetap saja menurut dan melanjutkan latihan PBB.
Sebelum dimulai, Mitha kembali merubah-rubah posisi barisan sehingga Mitha berada di belakang. Dengan lancang Cendika mencoba menoleh ke arah cowok tadi, dan yah.. cowok itu masih ada di tempatnya. Kini, terlihat cowok itu sedang duduk bersilah sambil mengotak-atik hpnya.
Senyum Cendika kembali terukir.
Puas melihat cowok itu, Cendika mengembalikan posisi kepalanya ke depan. Sial! Berapa lama waktu yang dibuangnya untuk menatap cowok itu? 1 menit? 5 menit? Mengapa rasanya seperti sekedipan mata? Ia menelan ludah dengan susah payah ketika mengetahui bahwa teman-temannya sudah tidak ada di dekatnya, mereka sedang gerak jalan khas paskibra sejauh sepuluh meter di depannya.
Mengetahui hal itu, keringat bercucuran dari kening Cendika. Ia bisa malu kalau ada yang tahu ia tertinggal hanya karena terpesona oleh seorang cowok.
Harus bagaimana ini?
Ia berfikir sejenak.
Pura-pura pingsan. Hanya itu yang bisa menyelamatkannya meski itu sebuah kebohongan. ‘Kejora, tunjukkan aksimu’ batin Cendika dengan menyebutkan nama panggungnya. Pasti sangat mudah berakting sakit karena ia salah satu aktris theater terbaik di sekolahnya dulu.
Cendika menghembuskan napas sembari berdoa aktingnya tidak ketahuan oleh siapapun. Ia mulai memegang kepalanya, matanya ia tutup dramatis diiringi bibirnya yang ia gigit khas orang menahan sakit. Tangannya yang sebelah kiri ia buat memegangi perutnya yang tiba-tiba begejolak, bukan karena mual tapi karena perutnya perlu asupan.
“Dek... Kenapaaa?” terdengar ada suara cowok yang meneriakinya.
Cendika tersenyum samar. Berhasil! Ia memilih tidak menjawab. Ia merintih kesakitan dengan kakinya ia buat setengah gemetar kemudia mundur selangkah dengan limbung. “Cepat ke sini,” batinnya.
Seolah semesta mendukungnya, terdengar suara langkah seseorang berlari mendekatinya, Yes!
“Dek.. kamu kenapa?” seruan cowok yang entah mengapa ia yakin bahwa cowok yang membuatnya terpesonalah yang meneriakinya dan kini mulai mendekat.
Cendika semakin membuat tubuhnya lemas. Perlahan tubuhnya ia jatuhkan ke belakang. Tepat sebelum tubuhnya jatuh ke tanah cowok itu menangkapnya. Benar yang menangkapnya adalah cowok yang membuatnya tertinggal dalam barisan dan terpaksa melakukan akting ini.
“Kaamm..” ujar cowok itu tak lengkap karena Cendika langsung menutup matanya rapat.
***
Cendika tersenyum mengingat kejadian itu, memalukan sekaligus membahagiakan. Bagaimana tidak membahagiakan, di beberapa menit ia menyukai cowok itu, ia berhasil membuatnya menggendongnya.
Berada dalam gendongan cowok itu membuat jantung Cendika berdegub dengan sangat cepat. Dalam kepura-puraan aktingnya pingsan dan jarak antara lapangan dengan uks yang cukup jauh, Cendika juga harus mengendalikan debaran jantungnya karena ia tidak mau suara degub jantungnya yang kencang sampai terdengar cowok itu.
Anehnya, karena berpura-pura pingsan entah mengapa membuat Cendika mengantuk, mungkin karena kemarin ia begadang dan akhirnya ia tertidur beberapa saat tapi yang lebih akurat adalah ia memang ‘putri tidur’ ia bisa tidur dengan cepat ketika mendapati situasi dan tempat yang nyaman untuk tidur. Eits, dengan kata lain gendongan cowok itu adalah tempat yang nyaman? Sontak membuat pipi Cendika merona.
Cendika terbangun karena bau minyak kayu putih dan tepukan pelan dari cowok itu yang dikatahuinya bernama Arga terlihat pada name tag seragamnya. Setelah memberi minum air putih, Cendika disuruh meminum obat magh yang dengan terpaksa Cendika kunyah padahal ia yakin maghnya belum kambuh meskipun sejak tadi pagi ia belum makan karena telat bangun yang akhirnya telat pula datang ke sekolah. Proses ‘pengobatan’ selanjutnya adalah cowok itu memberinya air putih dan menyuruhnya memakan sebungkus roti, mungkin karena suara perutnya yang lapar terdeteksi.
Aktingnya sukses, dan untuk merayakan kesuksesan tersebut Cendika tidur dan barusaja ia terbangun dari mimpinya yang memalukan[.]
***
2
Arga.
Entah apa alasan cewek itu mengapa ia bisa lakukan hal seperti itu. Pasti dipikiran cewek itu, ia tidak tahu kalau tadi dia hanya berpura-pura pingsan. Sayangnya, ia tidak sebodoh yang dipikirkan. Ia mampu mendeteksi mana orang pingsan sungguhan dengan yang hanya berpura-pura. Ia sudah bergabung dengan PMR selama empat tahun lalu sejak duduk di bangku SMP, tentu dengan pengalaman yang cukup lama tersebut, menjadi hal mudah mendeteksi hal tersebut.
Arga tersenyum kecil, sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Dan gilanya bisa-bisanya cewek itu tertidur dalam gendongannya. Yup, ia menyadari itu tepat ketika ia sadar dikadali alias dibohongi cewek itu. Arga berusaha menepuk lengan cewek itu sambil menyuruhnya bangun namun cewek itu tidak jua bangun. Terlihat cewek itu tidur pulas, padahal, Arga sedang berjuang menahan beratnya. Sialnya, tadi semua tandu sedang digunakan ditambah lagi jarak antara lapangan dengan uks sangat jauh. Ia pastikan nanti sore saat rapat evaluasi ia akan meminta didirikan posko kesehatan agar kejadian tadi tidak terulang.
Sebetulnya, bisa saja ia membongkar kebohongan cewek itu, tapi melihatnya tidur pulas membuatnya tidak tega. Maka ia memutuskan untuk merahasiakannya dan pura-pura tidak tahu. Ia memilih membangunkannya dengan membaukan minyak kayu putih seperti pertolongan orang pingsan lainnya.
Selain pura-pura pingsan, cewek itu juga kelaparan, hingga bunyi perutnya terdengar jelas olehnya. Entah ketika jam istirahat cewek itu makan atau tidak padahal pasti panitia pendamping menyuruh siswa yang didampingi untuk makan konsumsi yang telah disediakan panitia. Tapi yang pasti, caranya makan roti yang ia berikan tadi serasa cewek itu tidak makan seharian dan itu cukup mengejutkannya.
Cendika, yah nama cewek itu. reputasinya di hadapan panitia cowok sangat populer. Pastilah karena kecantikannya dan bodinya yang seperti model. Sejak technical meeting layanan orientasi siswa hingga kini namanya sering kali disebut-sebut. Yakin seperti yang sudah-sudah, setelah acara ini selesai, teman-temannya akan berlomba-lomba meminta kontaknya dan bersaing mendapatkannya. Hal itu cerita lama, seakan tradisi yang harus selalu dilestarikan.
Arga menyandarkan punggungnya ke kursi, rasa pegalnya karena menggendong cewek itu masih ia rasakan. Daripada berada di ruang sekretariat tempat para panitia inti berkumpul karena bebas tugas, ia lebih memilih berada di uks membantu panitia sie kesehatan merawat siswa-siswa baru yang sakit.
Tidak. Dirinya memilih berada di uks murni ingin membantu bukan karena ingin mencari tahu tentang Cendika. Meskipun kemunculannya secara tiba-tiba tepat di hadapannya entah mengapa sempat membuatnya sumringah.
“Ada yang bisa dibantu?” tanya Arga pada cewek yang ada di hadapannya.
Yang ditanya terlihat menggigit bibir bawahnya, seakan ragu mengatakan apa yang ingin dikatakan. “Apa ada roti lagi?”
Arga melongoh.
“Perutku lapar, habis bangun tidur,” kata Cendika dengan nada polos. Kalimatnya ditutup dengan cengiran tidak berdosa.
Entah Arga harus bereaksi apa untuk menanggapinya. Cewek ini benar-benar tidak bisa ditebak. Maka, ia hanya bisa geleng-geleng kepala, tanda ia tidak habis pikir akan cewek itu.
Arga bangkit dari duduknya dan berjalan menuju etalase tempat menyimpanan roti. “Ini,” katanya dengan menyodorkan roti rasa cokelat, ia pikir cewek ini menyukai rasa cokelat karena roti pertama habis dan ketika ia kembali memberi roti rasa cokelat dia menerima dengan senang hati.
“Apa tadi nggak makan konsumsi dari panitia?” tanya Arga penasaran.
“Enggak,” jawabnya sambil membuka bungkus roti.
“Kenapa?”
“Masakannya keasinan, papaku punya riwayat darah tinggi yang kemungkinan bisa diturunkan ke aku, jadi aku pilih nggak memakannya” kata cewek itu.
"Kenapa nggak bilang ke panitia?"
C“Kakak panitia kan?” tanya cendika yang langsung dijawab Arga dengan anggukan “Berarti sudah baru saja aku lakuin” katanya enteng yang membuat Arga terbengong. “Oh ya, terima kasih rotinya ya kak,” katanya lagi. “Arga,” lalu kembali ke tempat tidurnya.
Arga tambah melongoh. Cewek itu betul-betul...
***
Mobil Alphart berwarna putih terparkir di halaman rumahnya, tanda bahwa ayahnya sudah pulang dari dinasnya. Cepat-cepat Arga mematikan mesin motornya kemudian berlari ke dalam rumah. Tidak ada bedanya antara ia ketika kecil dengan sekarang ketika menyangkut ayahnya, pasti ia langsung berlarian menuju ayahnya kemudian memeluknya untuk meluapkan rasa kangennya setelah berbulan-bulan ayahnya dinas.
“Bagaimana kabar kamu, Ga?” tanya ayahnya setelah Arga melepaskan pelukan.
Arga mengangguk, “Sangat baik, terlebih Ayah hari ini pulang,” jawab Arga tidak menutupi kebahagiaannya. “Bagaimana kabar ayah dan Papua?” tanya Arga setelah mengamati lekuk wajah ayah yang semakin tua dengan munculnya uban dan keriput halus di wajahnya. Walaupun begitu, ayahnya tetap terlihat gagah terlihat saat mengenakan seragam hijau lumutnya.
“Semuanya baik,” jawab ayahnya singkat sambil menggiring anaknya menuju sofa. “Dengar-dengar dari ibu kamu sedang jadi sekretaris di acara orientasi sekolahmu?”
Arga mengangguk membenarkan, kemudian mengalirlah ceritanya mengenai persiapan orientasi yang sempat membuatnya sangat sibuk, mengerjakan proposal acara dengan menarik agar bisa mendapat sponsor, dan lain-lain termasuk kejadian di sekolahnya tadi.
“Bagus itu Ga,” komentar ayahnya. “Lain kali kamu jadi ketua gitu lho. Dengan jadi ketua pasti akan memberikan tantangan yang lebih,” tambah ayahnya.
Arga hanya mengangguk-angguk. Baginya, ayahnya memang yang terbaik, namun hal terbaikpun memiliki kekurangan, dan kekurangan ayah dimatanya adalah rasa tidak puas. Memang hal tersebut dibutuhkan agar kita menjadi yang lebih lagi, namun seringnya hal tersebut justru menjadi beban baginya.
Ayah selalu berharap semua hal yang bersifat ‘kelas satu’ darinya, terlebih ia adalah anak pertama sekaligus anak laki-laki satu-satunya. Ia harus menjadi nomor satu dalam berbagai bidang untuk memberi contoh kepada dua adiknya. Hal itu membuatnya sangat bekerja keras, ia tidak mau mengecewakan keluarganya utamanya ayah-sang panutannya. Tentu pula untuk dirinya sendiri dan masa depannya.
“Ayah yakin kamu bisa menjadi ketua dibandingkan seorang sekretaris saja,” ujar ayah.
Ayah menuju kamarnya sedangkan Arga duduk termangu di sofa ruang keluarga. Memang ayah mengucapkannya dengan nada lembut namun diteligahnya tak ubahnya dari tugas seorang komandan kepada anak buahnya, seperti ayahnya memerintahkan para prajuritnya[.]
***
3
Bagio
SMA, katanya sih masa yang paling menyenangkan dalam sejarah para pelajar. Dimana siswanya yang berada pada fase remaja akhir mulai mengalami gejolak dalam hubungannya dengan orientasi seksualnya. Entah itu berakhir pada pacaran, cinta diam-diam ataupun patah hati. Masa ini, konon katanya cerita cintanya akan abadi untuk di kenang. Katanya pula, persahabatan dalam masa ini jika berjalan dengan baik akan menjadi sahabat setia dalam kehidupan sampai akhir nanti.
Kita lihat saja nanti. Yang pasti kini Bagio duduk di bangkunya yang berada di tengah-tengah. Ia menyukai posisi seperti ini sejak bertahun-tahun lalu, karena baginya berada di tengah adalah keberuntungan. Ia bisa menatap ke depan sekaligus ke belakang, alasan agar ia terus berjalan dan menikmati perjalanannya.
Sesuai jadwal pelajaran yang dibagikan kemarin, jam pertama adalah ekonomi. Yup, ia berada di kelas IPS, bukan kelas IPA yang katanya paling favorit di SMA manapun. Bukan karena ia tidak memiliki kemampuan untuk masuk ke dalam jurusan itu, tapi ia lebih tertarik dengan sosial daripada alam. Alasan, itulah yang membuatnya meminta kebijakan guru BK alias bimbingan kosnseling agar ia ditempatkan di kelas IPS meninggalkan kelas IPA sesuai hasil tesnya.
Bicara tentang ips, sejak SMP ia sangat memfavoritkan pelajaran ekonomi, dan kalau pelajaran tersebut tetap menjadi pelajaran favoritnya hingga akhir SMA kemungkinan ia akan mengambil jurusan itu di perguruan tinggi nanti.
Ekonomi. erat kaitannya dengan uang. Cita-cita terbesarnya adalah mendapatkan banyak uang, ia ingin menjadi orang kaya raya. Namun begitu, ia sangat menyadari bahwa uang akan lebih mudah didapatkan jika mempunyai banyak kolega. Maka jadilah dirinya berada di posisi tengah kelas dengan gerombolan para siswa-siswi yang saling berkenalan serta mengakrabkan diri.
“Datang tuh, datang tuh,” seru Chacha-cewek hitam manis yang baru ia kenal dan ia pastikan akan menjadi ratu gosip di kelas ini lewat gelagatnya yang sejak tadi membeberkan informasi mengenai apa saja yang telah terjadi di sekolah ini dan para siswa-siswa populer.
Semua mata tertuju pada kedatangan seorang cewek yang sejak setengah jam lalu menjadi topik bahasan perkumpulan ini, yang dihadiri 6 orang yang terdiri empat cewek dan dua cowok termasuk dirinya, Bagio.
Seperti sadar akan menjadi pusat perhatian, cewek itu berjalan dengan sangat anggun, seakan ia berjalan di red karpet atau catwalk ala model. Rambut lurus di atas bahunya dengan model bob mengingatkannya akan model rambut lady Diana, persamaannya keduanya sama-sama terlihat cantik serta anggun dengan gaya rambut itu. ia mengenakan seragam putih abu-abu sama dengan yang lain, seragam itu sama sekali tidak ketat bahkan roknya panjang melebihi lutut, jelas bukan gaya siswa populer namun karenanya membuatnya terlihat sopan tapi seksi. Kacamata yang ia pakai memberi kesan ia sepintar namanya.
Tas, jam tangan, cardigan yang digantungkan di lengannya, dan sepatunya terlihat mahal, pantas saja semuanya bermerek guess dan prada. Cewek itu benar-benar tampil memukau di hari pertama dimulainya pelajaran.
Terlihat cewek itu sedang berdiri di depan kelas kemudian mengedarkan pandangannya seakan mencari sesuatu. Tak lama tatapannya ke arah gelombolan Bagio CS lalu berjalan menujunya.
“Hai, aku Cendika,” ujarnya yang langsung membuat seisi kelas tertuju padanya. Doni yang duduk di samping Bagio sampai mangap karena cara memperkenalkan diri cewek itu betul-betul tidak terduga. “Salam kenal,” tambahnya diikhiri senyuman manis sebagai penutup perkenalan dirinya.
Doni yang sejak tadi memang heboh akan cewek itu langsung mengulurkan tangannya,”hai, aku Doni,” ucapnya memperkenalkan diri.
Cendika menjabat tangan Doni seraya berkata, “hai Doni.”
Bagio yakin Doni akan langsung melayang ‘kekhayalannya’ kalau saja ini bukan ada di kelas dan bersama-anak banyak. Kemudian perkenalan diri disusul oleh si mungil Ani, si calon ratu gosip Chacha yang lengkap dengan senyuman penuh arti, Kiki si rambut keriting, Tina si pendengar setia karena sejak tadi hanya mendengarkan kami berkata-kata dan terakhir tentunya Bagio.
“Bagio,” ucapnya sambil menjabat tangan cewek itu dengan nada ramah seperti biasanya.
Sekali lagi cewek itu tersenyum manis yang membuat Doni senyum-senyum seperti orang tidak waras. “Senang, ketemu kalian,” ucapnya pada semua anak yang berakhir pada Bagio, refleks Bagio membalas senyuman itu. “Aku ke sana dulu ya,” katanya, kemudian berlalu menuju bangku paling belakang nomor dua dari sisi kiri kelas. Ia menuju gerombolan cewek-cewek, sama seperti tadi ia memperkenalkan dirinya, mendengarkan tanggapan dari teman-temannya lalu meminta ijin duduk di bangku yang masih kosong.
Tidak, Bagio sama sekali tidak tertarik dengannya. Memang dia cewek cantik idaman banyak cowok, tapi bukan idamannya bahkan cewek itu bukan tipenya. Baginya cewek cantik itu membosankan. Dan Bagio sangat yakin bahwa bagi cewek itu dirinya bukanlah tipenya. Mana ada sih cewek cantik seperti dia menyukai cowok yang gagal diet-ets bukan berarti Bagio gendut ia hanya sedikit berisi, tampang pas-pasan dan isi sakupun sama. Jadi, dengan kesadaran dirinya, ia tidak mengejar cewek itu dan menganggapnya hanya sebagai teman sekelas.
***
Hari yang cukup menyenangkan di sekolah, diperlengkap oleh undangan kumpul bareng dengan teman-temannya di malam hari. Seperti biasa, Bagio dengan teman-temannya berkumpul di kafe daerah jalan Pemuda yang sangat terkenal akan Gelitto-nya.
Terdapat enam orang dalam perkumpulan ini termasuk dirinya. Ada Antok si rocker, Sebastian si anak orang tajir, Adi si keturunan ningrat, Oliver si chinese, dan Johan si kutu buku. Dari keenam temannya, Johanlah orang yang paling bisa diajak ngobrol oleh Bagio, terutama soal pelajaran serta isu global sedangkan yang lain jangan berharap karena mereka sama sekali tidak berminat hal semacam itu. Sedangkan yang paling dekat dengannya adalah Sebastian si tajir. Mempunyai latar belakang keluarga yang sama membuat Bagio dan Sebastian bisa saling memahami dan berbagi suka maupun duka.
Malam ini adalah malam yang spesial karena Adi si keturunan ningrat sedang merayakan ulang tahunnya yang ke tujuh belas, artinya Bagio sangat senang karena bisa pulang ke rumah dengan keadaan perut kenyang.
Jangan salah faham, Bagio bukan matre, akan tetapi seperti yang dijelaskan sebelumnya karena kolega banyak akan memberi keuntungan yang banyak pula. Entah itu persahatan ataupun yang bernilai material.
Persahabatan para cowok tidak ada yang namanya pelit, uang yang dipunya adalah hak semua. Jika ada teman yang butuh bantuan maka dengan cepat teman akan membantu. Senang bersama, duka bersama bahkan gilapun bersama. Suka duka dalam persahabatan cowok adalah nyata, apa adanya dan tanpa drama, tidak seperti persahabatan cewek.
Kemeriahan pesta ulang tahun Adi berhenti ketika sebuah telepon dari mama Bagio. Tanpa daya dan wajah kesal karena kebahagiannya terancam cepat berakhir, Bagio mengangkatnya.
“Kamu dimana, Bagio?” tanya mamanya di seberang telepon. “Kenapa sudah malam begini belum pulang?”
Spontan bibir Bagio tertarik ke samping, membentuk seulas senyuman. Bukan itu saja, hatinya menjadi menghangat, kekesalan akan telepon dari mamanya menguap begitu saja.
“Ada temanku yang ulang tahun, dia ngajak makan di kafe,” jawab Bagio.
Terdengar suara helaan napas dari ujung telepon. “Cepat pulang gih,” seru mamanya. “Mama lupa bawa kunci tadi pas berangkat ke kantor. Sekarang kekunci di depan rumah,” jelasnya. Bagio tahu alasan mamanya menelponnya, pasti ada sesuatu yang darurat menimpanya, kalau tidak mana pernah mamanya menelponnya dan menanyakan keberadaannya. “Cepat pulang, mama tunggu.”
Bagio menghela napas panjang, pamit pada teman-temannya. Pulang ke rumah, bertemu dengan mamanya yang menggerutu karena kekunci selama satu jam lebih. Dan kesepian di dalam kamarnya.
Kesepian? itu seperti makanan sehari-hari. Betapun banyaknya teman yang ia miliki namun ketika ia pulang ke rumah perasaan itu langsung menyergapnya.
Rumahnya hanya sebatas bangunan tempat berteduh. Sama sekali tidak ada kehangatan serta kasih sayang. Mamanya sibuk bekerja, berangkat pagi sekali dan pulang pada malam hari. Papanya tidak jelas kerja apa, pergi seenaknya dan pulang pun begitu. Maka Bagio habiskan waktunya di luar rumah sebanyak-banyaknya, pulang ketika ia akan tidur, hal itu mujarab mengurangi kesepiannya.
***
Bagio baru saja selesai mandi. Ia rebahkan tubuhnya di atas kasur sembari mengecek hpnya. Ada beberapa pesan WA masuk dan panggilan tidak terjawab tiga kali... dari Cendika.
Pesan singkat yang mampu membuat matanya membulat. Si populer itu? ada apa menghubungi dirinya? Maka ia pun membalas pesan tersebut.
Tak lama kemudian si populer itu menelpon[.]
***
saya tidak ngerti, file ini saya temukan di laptop adik tercintaku, tertanggal bulan Maret 2019 (entah adik mengirim ke mana bulan sebelumnya, februari) beberapa lama sebelum beliau meninggal (mungkin ini karya terakhir karena di dalam folder novel q, file ini lah yang terbaru diedit) , terus terang saya tidak mengerti apakah ini karya adik atau karya orang lain, atau karya adik dan pernah diberikan hak ke orang lain untuk menerbitkannya, saya gak ngerti ....
monggo jika memang ada komplain dengan adanya bukti bahwa ini bukan karya adik atau karya adik lia el muslich yang telah diberikan ke orang lain (untuk menerbitkannya, terproteksi hak cipta dkk) dan ingin agar post ini saya hapus, silakan di koment/japri saya, ... saya akan menghapusnya
0 Response to "Bad _ Better (2)"
Posting Komentar