BAD-BETTER
By Lia El Muslich
“Mereka
tidak tahu apapun tentangku, bahkan aku pun tidak tahu tentang diriku”-Arga.
Kesempurnaan membuatnya takut mengalami kekalahan.
“Karena
orang-orang menginginkan semuanya ‘sama’ makanya semua perbedaan ini
kusembunyikan” - Bagio. Jati diri yang tersembunyi.
“Tuhan-Maha
Adil. Menciptakan makhluknya dengan kelebihan serta kekurangannya. Jadi apa
dosaku memanfaatkan kelebihanku untuk mendapatkan apa yang ku
inginkan?”-Cendika, wujud bahwa kecantikan berbanding terbalik dengan
kecerdasan.
Prolog
Bertemu dengannya seperti bertemu
dengan artis yang diidolakan Cendika, entah itu Iqbal-SJR, El anak musisi
ahmad dhani Mikha Angelo vokalis band The Overtunes. Sama-sama mengesankan,
sama-sama mendebarkan, sama-sama membuat histeris. Memang dibandingkan dua
sosok di atas, cowok itu memang tidak se’wow’ mereka, namun kata ‘cukup’
untuknya bisa meluluhkan hati Cendika.
Suaranya yang pertama kali menarik
Cendika untuk menoleh padanya, dia bukan sedang memanggil Cendika tapi kakak
kelas bernama Mitha yang sedang menerangkan apa-apa saja yang harus dibawa
Cendika ketika layanan orientasi siswa. Yup, seperti yang kalian duga Cendika
adalah seorang siswa baru, Mitha seorang panitia dan cowok itu juga, terlihat
dari scraf yang dipakai sama dengan
yang dipakai oleh Mitha.
Cowok itu berkulit sawo, alisnya
tebal, matanya belok, dengan lensa berwarna cokelat terang serta sorot mata
yang tajam. Hidungnya cukup mancung dan bibir tipisnya terlihat sangat
menggemaskan. Rambutnya yang cepak, mengingatkannya ala-ala tantara disisir
rapi. Tinggi badannya sekitar 180an senti karena Cendika yang memiliki tinggi
165 berada di hadapannya sejajar dengan telingahnya yang melengkung ke belakang
seakan menempel ke kepala, ah
telingah itu khas anak pintar dan dugaannya cowok itu juga anak pintar.
‘Cukup sempurna!’ gumam Cendika
dalam hati sembari senyumnya semakin lebar.
Cendika yang masih membawa buku
catatan kecil di tangan kirinya serta tepat di atas buku yang terbuka tersebut
tangan kanannya sedang memegang bulpoint, di sana yang tadinya ia menulis semua
keperluan LOS tanpa sadar menulis 'what's your name?'
Mata Cendika masih membelalak dengan
senyuman lebar di wajahnya, tiba-tiba pipinya terasa panas ketika mata cowok
tersebut bertatapan langsung dengan matanya. Sedetik. Dan semuanya semakin
memperparah tingkat ketidak warasannya. Menatapnya, membuat Cendika seperti
kehilangan jati dirinya, seorang Cendika yang biasanya stay cool berubah menjadi cewek yang kehilangan kewarasannya?
Ups! Terjadi kesalahan di sini,
maksudnya pada diri Cendika. Bagaimana ia menatap cowok itu barusan, hah? Kenapa reaksi cowok itu dan Mitha
menjadi aneh?
Glek! Gila! “apa tatapannya aneh? Seperti orang bodoh? Makanya mereka balik menatap
dirinya seperti menatap makhluk luar angkasa?” tanya Cendika dalam hati.
Terlihat cowok itu memicingkan matanya seakan berbicara ‘cewek aneh dari mana
ini menatapku seperti ini’. Begitukah? Tidak. Ia dalam bahaya. Karena hal ini bisa-bisa
ia kehilangan harga diri di hari pertama pertemuan dengan orang yang disukai!
Cendika menunduk dengan memaki-maki dirinya sendiri sembari otaknya bekerja
untuk memperbaiki kesalahannya.
“Arga.”
Refleks, Cendika mendongakkan
kepalanya, saat suara yang sudah dikenalinya mengucapkan sesuatu, dan yah..
suara itu miliknya, cowok yang sedang berdiri di hadapan Cendika. Belumlah
bertemu solusi permasalahannya, mendengar hal itu justru memperparah kondisinya
dengan berkata "hah?" tanpa sadar, bentuk ia semakin tidak memahami
kondisi ini.
“Namaku,” katanya lagi yang mampu
membuat Cendika mengangah, menambah daftar kebodohannya. “Kalau mau tanya
jangan ditulis, tanya aja langsung, mumpung ada orangnya di depanmu.” Lanjut
cowok itu dengan seringai di wajahnya.
Kalimat itu bagaikan petir di hujan
lebat, tepat menyambarnya hidup-hidup. Membuat Cendika mengalami serangan
mematikan. Sudah.. Semuanya tak tersisa.
Harga dirinya... imagenya... hancur seketika.
Usai sudah. Belum juga resmi menjadi
siswa di sekolah ini ia sudah mengalami kejadian memalukan seperti ini
Cendika membuang muka untuk menutupi
rasa malunya.
Lewat ujung mata Cendika, ia bisa
menangkap seringai di wajah cowok itu belumlah hilang, kemudian terdengar suara
gelak tawa dari Mitha. Sial, pasti cewek itu sedang menertawakannya!
Cukup! Momen memalukan ini harus
dihentikan sekarang juga. Pergi, perintah Cendika dalam hati. Yah, pergi karena
sudah tidak ada ide untuk menutupi kebodohannya dan menghentikan rasa malunya.
Tanpa mengucapkan kata pamit ia
langsung memaksakan kakinya berlari.
Cendika terus berlari terbirit-birit
hingga akhirnya tanpa sadar langkahnya terganjal dan membuatnya seakan terjatuh[.]
entah saya mempublish ini karena pengen ndompleng karya adik lia, atau untuk mengenangnya ....
dulu, ketika beliau hidup, saya pernah minta izin agar saya taruh karyanya di blogku, eh ... kebanyakan sih gak dibolehin, karena ia ingin menerbitkannya melalui penerbit .... ada yang dikirim tuk novel, ikut lomba-lomba, atau juga ke majalah atau media-media lain ....
saya tidak ngerti, file ini saya temukan di laptop adik tercintaku, tertanggal bulan Maret 2019 (entah adik mengirim ke mana bulan sebelumnya, februari) beberapa lama sebelum beliau meninggal (mungkin ini karya terakhir karena di dalam folder novel q, file ini lah yang terbaru diedit) , terus terang saya tidak mengerti apakah ini karya adik atau karya orang lain, atau karya adik dan pernah diberikan hak ke orang lain untuk menerbitkannya, saya gak ngerti ....
monggo jika memang ada komplain dengan adanya bukti bahwa ini bukan karya adik atau karya adik lia el muslich yang telah diberikan ke orang lain (untuk menerbitkannya, terproteksi hak cipta dkk) dan ingin agar post ini saya hapus, silakan di koment/japri saya, ... saya akan menghapusnya
sering adik bilang pengen membuat novel yang juga berkenaan dengan studynya, psikologi, dan bahkan bercita-cita untuk suatu saat melanutkan studynya ke jerman.
ya Allah, ampunilah kesalahan-kesalahan bapak dan adik lia, semoga beliau-beliau ditempatkan Allah di Surga bersama dengan Nabi Muhammad saw.
0 Response to "BAD-BETTER (1)"
Posting Komentar