2
Sebulan telah berlalu, Satria tidak terlihat di rumahnya dan semua kontaknya seakan terputus. Semua telepon, sms, wa, bbm, line, facebook, twitter, instagram, dan email tidak membuahkan apa-apa.
Para tetangga tidak ada yang tau kemana perginya, bahkan pak rt pun juga tidak mengetahui. Beberapa kali Shehra mencari kabar keberadaan Satria pada teman-temannya yang Shehra kenal namun semuanya berkata tidak tahu, tapi entah mengapa Shehra yakin mereka tahu keberadaan Satria, hanya saja terpaksa menjawab seperti itu karena permintaan seseorang, bisa jadi Satrialah orangnya.
Shehra pernah menelpon rumah orang tua Satria namun mereka tidak mengetahui keberadaan Satria, mereka hanya sesekali ditelepon Satria untuk mengabari keadaannya yang baik-baik saja. Hanya itu.
Setidaknya Satria dalam kondisi yang baik-baik saja. Itu adalah kabar yang selama ini membuat Shehra cukup lega.
Dering telepon dari ponsel Shehra berhasil membuyarkan lamunannya, sebulan ini ia memang sering melamun tentang banyak hal utamanya tentang perasaan bersalahnya pada Satria. Dan sebulan ini ia sangat tanggap terhadap bunyi yang berasal dari ponselnya, ia berharap Satria menghubunginya meskipun hingga kini Satria tidak pernah melakukannya. Juga kali ini.
Tertera nama Rama di layar ponselnya. “Ya, hallo?” jawab Shehra.
“Lagi sibuk?” tanya Rama.
Shehra mereka-reka apa yang dimau Rama padanya karena selama ini memang seperti itu. Sebelum malam itu, ia belum sadar bahwa Rama hanya memanfaatkannya namun semua telah berubah. Kini, ketika sosoknya muncul ataupun namanya muncul di layar ponsel, Shehra selalu merasa terganggu. Rama tidak pernah tulus padanya, karena Rama bukan Satria, sahabatnya yang kini entah kemana.
“Iya,” jawab Shehra pendek.
“Padahal aku mau ngajak kamu makan di luar,” kata Rama yang entah mengapa terdengar kecewa.
Shehra ingat kembali malam di mana semuanya terungkap, pasti Rama hanya berpura-pura saja. Tidak, bisa jadi memang kecewa karena Rama tidak punya kesempatan untuk memanfaatkannya hari ini.
“Kalau aku yang ke rumahmu sambil bawa pempek pelembang si Miss apa kamu masih bilang sibuk?”
Shehra memutar bola matanya, ia tidak suka dipaksa ataupun diburuh. Pempek? Dikiranya ia 11-12 seperti anak kecil yang diberi permen langsung menurut?
“Rama, bisa aku tutup teleponnya? Aku masih ada pekerjaan yang harus aku selesaikan. Kalaupun kamu ke rumahku, maaf aku nggak bisa nemenin kamu, jadi lain kali saja.”
Rama membalasnya dengan nada kecewa seperti sebelumnya namun pada akhirnya laki-laki itu mengalah juga.
Sebulan lalu, sebelum malam itu, di mana semua perasaannya untuk Rama menghilang, Shehra berjanji tidak akan luluh pada Rama lagi. Tidak peduli bagaimana kerennya Rama, tidak peduli sesuka apa ia pada gestur serta tuturnya yang kadang bisa membuatnya tertawa juga tidak jarang membuatnya memikirkan banyak hal.
Rama, seorang manajer sebuah toko buku yang sering Shehra kunjungi. Sudah dua tahun Shehra mengenalnya. “Buku yang kakak maksud sudah sold out, ada judul lain yang dicari?” ujar Rama dibalik meja CS alias coustumer Service. Ketika itu Rama belum menjadi manajer, Shehra hanya mengenalnya sebagai karyawan toko buku yang ramah pada pelanggan dan mempunyai banyak rekomendasi buku bagus dengan tema sama ketika pelanggan kebingungan karena buku yang dicari tidak tersedia ataupun sold out.
Keramahan itu berujung pada sebuah pertemanan, meski tidak sedekat persahabatannya dengan Satria, Shehra menganggap Rama teman yang istimewa. Apa yang tidak ia temukan pada Satria, ia temukan pada diri Rima. Dan perasaan yang kini terus dikutukinya tumbuh perlahan. Ketika sedang mencintai seseorang, hal yang wajar jika bersedia melakukan apa pun untuk orang yang dicintai, begitu pula yang dilakukan Shehra.
Shehra mengira perasaannya akan berbalas karena perlakuan Rama padanya sangatlah berbeda, Rama tidak hanya memperlakukannya sebagai teman tapi juga sebagai seorang perempuan. Namun yang terjadi tidaklah begitu. Rama tidak mencintai Shehra. Di malam itu, Shehra berjumpa dengan Rama, Rama tidak sendiri di sampingnya ada seorang perempuan cantik menggandeng lengannya. Malam itu, Rama berkata ‘Kenalkan, Nadia pacarku’ kemudian Rama berbisik ‘dia anak bos ditempatku bekerja’ dengan bangga. Rama berkencan dengan perempuan itu bukan karena cinta, tapi karena dengan begitu ia bisa mendapat kedudukan yang lebih tinggi di kantornya. Dan benarlah itu yang terjadi, sesaat setelah itu Rama diangkat menjadi manajer.
Mata Shehra terbuka sepenuhnya, bukan hanya perempuan itu yang dimanfaatkan Rama tapi juga dirinya. Selama berteman, Rama hanya menghubunginya jika ada perlu, entah sekedar dijadikan pendengar sekaligus konsultan semua permasalahannya, meminjaminya uang untuk membayar kontrakan, listrik, air, dll.
*****
Shehra pulang lebih cepat dari biasanya, hari ini ia merasa sedang tidak enak badan. Hari sangat cerah bahkan terkesan sangat panas, rasanya matahari tepat berada di atas kepala. Shehra berjalan dengan sangat pelan, selain karena kondisi kesehatannya juga karena sepatunya yang tidak nyaman.
Langkah Shehra terhenti, seperti adegan slowmotion ia mendapati seseorang sedang menutup pagar, kemudian menguncinya.
“Satria?” kata Shehra menyerukan nama orang tersebut.
Satria menoleh.
Shehra ingat, ketika itu ia berumur delapan tahun. Pertama kalinya ia ditinggal oleh Satria dalam waktu yang lama yaitu sekitar dua minggu lebih. Dua minggu itu, Shehra merasa sangat kesepian, ia kehilangan seorang teman bermain, setiap hari ia akan berjalan di depan rumah Satria sesering mungkin dengan harapan mendapati Satria sudah pulang. Hari itu pun tiba, Satria kembali dan Shehra langsung berlari ke arah temannya tersebut dengan riang. Begitu seterusnya selama bertahun-tahun.
Semua tidak berubah. Tanpa memedulikan sepatunya yang tidak nyaman, Shehra setengah berlari menghampiri Satria. Wajahnya sumringah mendapati temannya kembali.
“Satria... Kamu kemana saja?” katanya sesampainya di hadapan Satria. Ada nada kegembiraan di dalamnya namun setelahnya, ingatannya kembali, rasa bersalahnya muncul, ia pun menekan
‘Pengecut!’ seru Shehra. ‘Aku nggak nyangka kamu sepengecut ini!’ seru Shehra lagi setelah menunggu reaksi Satria namun sama sekali tak beraksi.
‘Kamu maunya bagaimana? Menceritakan semuanya padamu?’ sahut Satria setelah Shehra berbalik akan pergi, ‘untuk apa?’
Giliran Shehra yang terdiam.
‘Aku tahu jawabannya makanya aku nggak pernah cerita. Itu hal yang sia-sia,’ kata Satria. Ia melangkah untuk menghadang langkah Shehra yang akan pergi. ‘Reaksi kamu ini, asing bagiku. Dan reaksi kamu ini nyadarin aku bahwa aku nggak sepenuhnya mengenal kamu, Ra.’
Jeda yang cukup panjang dan diisi oleh tatapan mata tanpa keduanya bisa saling menangkap pesan. ‘Sekarang kamu sudah tau, dan ternyata reaksimu seperti.. sebenarnya ada apa dengan kamu?’ tanya Satria. ‘Seharusnya hal ini tidak akan mempengaruhi perasaanmu dan hubungan kita.’
‘Semua tidak akan seperti ini jika kamu cerita, setidaknya itu yang kamu lakukan kalau kamu menganggapku sebagai sahabat.’ Shehra diam sejenak, ‘aku kira kita sahabat makanya semua hal yang terjadi selalu aku ceritakan ke kamu, bahkan saat aku SMP dan mengira bahwa kamu adalah cinta pertamaku yang aku lakukan adalah jujur ke kamu.’
‘Ini masalah aku yang pengecut atau perasaan itu masih ada?’
Shehra tak menyangka Satria akan mempertanyakan ini, hatinya yang sedang teraduk-aduk oleh berbagai emosi semakin menjadi-jadi. ‘Karena kamu pengecut dan kamu nggak sepenuhnya menganggapku sahabat.’
‘Katakan, selain karena aku menyembunyikan masalah ini, apa kesalahanku lagi? aku masih merasa aneh jika alasannya tentang ini,’ ujar Satria.
‘Cuma itu, tapi hal tersebut bukan sekedar itu!’ sahut Shehra setengah berteriak. ‘Kamu itu ya...’ tambah Shehra yang tidak bisa ia lanjutkan. ‘Aku bener-bener kecewa sama kamu!’
‘Shehra..’ seru Satria saat Shehra melangkah pergi. ‘Orang yang kamu cintai, aku atau Candra?’
Shehra terbungkam. Kakinya terasa terkunci untuk melanjutkan langkahnya.
‘Kalau benar kamu menganggapku sahabat, kamu akan menjawab pertanyaan mudah ini.’
Aku tidak tahu...
‘Jawab..’
‘Candra,’ jawab Shehra lirih.
Shehra mengabaikan bayangan pertengkaran itu, ia kembali melangkah menuju rumahnya.
“Ini cerita tentang katak,” ujar Shehra ketika lima belas muridnya telah duduk melingkar dan dalam keadaan terkendali. “Seekor katak bernama Jo,” tambahnya. Shehra menatap satu per satu murid-muridnya, mencari jawaban apakah para muridnya yang duduk di bangku taman kanak-kanak kelas A mengenal hewan yang ia sebutkan. “Ini, Jo,” katanya sambil menunjukkan gambar seekor katak pada kertas hvs berukuran A4 yang setengah jam lalu ia cetak.
“Jo adalah katak yang manis dan riang. Dia dikenal sebagai katak yang baik hati karena sering menolong teman-temannya. Selain itu, Jo berbakat dalam bernyanyi. Suaranya sangat merdu, ditambah kepandaiannya dalam memainkan gitar,” Shehra diam sejenak. “Ada yng tau bagimana bentuk gitar?” tanya Shehra pada murid-muridnya.
“Yang sedang dibawa Jo, bu guru,” jawab Bela, seorang murid perempuan memakai bando bunga. Tangannya menunjuk gambar gitar yang sedang dibawa katak, “cara mainnya di genjeng bu guru,” tambahnya sembari tangannya memeragakan, hal itu langsung mendapat sorakan yang berupa tawa dari teman-temannya.
“Bagus, Bella,” puji Shehra setelah tawa murid-muridnya reda.
“Suatu ketika, Jo sedang berdiam diri sambil menatap dirinya lewat pantulan air kolam. Jo hanya memandang tanpa melakukan apa-apa. dia hanya memandang dirinya dengan tatapan sedih. Teman-teman Jo terheran-heran, Jo yang biasanya riang kenapa berubah menjadi pendiam? ‘ada apa dengan Jo? Tidak biasanya dia hanya berdiam diri,’ kata ikan yang bernama Prety. ‘Benar, tidak biasanya Jo seperti itu,’ pak kepiting menanggapi. Lalu, Prety si ikan dan pak kepiting menemui Jo beserta beberapa teman-teman lainnya.
‘Kenapa kamu Jo?’ tanya pak Kepiting. Jo hanya memandang sekilas teman-temannya. ‘ceritakan pada kami Jo, kami temanmu,’ desak putri si angsa. Jo memandang teman-temannya ragu. ‘ayolah, siapa tau kita bisa bantu,’ kini Prety si ikan ikut mendesak. Jo berfikir sebentar, ia pandang teman-temannya, dari matanya ia bisa melihat adanya ketulusan teman-temannya untuk membantunya. Jo pun bercerita tentang apa yang terjadi. ‘Aku melakukan kesalahan teman-teman,’ jawabnya ‘aku tidak sengaja melukai kura-kura, aku sudah berbicara mengejeknya dan akhirnya dia marah padaku’ katanya lagi.”
‘kalau begitu cepatlah minta maaf,’ kata putri si angsa. ‘Iya, kamu tinggal minta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi kesalahanmu dan semuanya akan baik-baik saja,’ seru pak kepiting bijak. ‘tapi, apa dia akan memaafkanku?’ tanya Jo. ‘coba saja, tidak ada yang tau kalau tidak dicoba’ jawab pak kepiting. Kemudian, Jo ditemani teman-temannya menemui Kura-kura. Jo meminta maaf pada kura-kura karena telah mengejek, meski awalnya kura-kura tidak mau begitu saja memaafkan tapi bagimanapun kura-kura menganggap Jo sebagai temannya dan sebagai teman harus memaafkan”
Shehra diam sejenak, “Cerita tadi mengejarkan untuk kita saling membantu dan memaafkan teman. Dan utamanya, tidak boleh mengejek teman. Jadi ”
Jam istirahat telah berbunyi, murid-muridnya berbondong-bondong meninggalkan kelas untuk menuju taman bermain. Shehra menatap gambar seekor katak yang ia beri nama Jo. Cerita tadi adalah karangannya, ia mengarang begitu karena sebelum masuk kelas ia mendapati ada salah seorang muridnya yang bernama Awang sedang mengejek temannya bernama Fatma. Kejadian itu pula mengingatkannya akan permasalahannya dengan Satria, meski tidak sesimpel permasalahan Awang dan Fatma, ia sudah harus menyelesaikannya.
“’Selangkah lagi’ katanya dan saya mengamininya, saya melangkah lagi tapi masih belum berhasil mendapatkannya. Dia kembali berkata ‘selangkah lagi’ dan saya mengamininya lagi, begitu seterusnya hingga langkah-langkah tersebut membawa saya pada titik ini,” kata Zhera lembut, ditatapnya Satria yang berada di sampingnya. “Semua yang diucapkannya selalu saya amini,” tambahnya.
Satria meletakkan tangannya pada tangan Zhera lalu mengusapnya lembut sambil tersenyum. “Saya tahu dia selalu percaya pada saya, tapi sekali waktu dia meragukan saya, dia memilih jalannya sendiri dan itulah yang sebenarnya membuatnya sampai di titik ini,” koreksi Satria.
Wanita yang bertugas sebagai pembawa acara tersenyum menatap dua sosok di hadapannya, “Saya bisa melihat kalian saling menyayangi,” komentarnya.
Zhera dan Satria tertawa bersama.
“Tidak ada yang tidak menyayanginya,” seru Zhera setelah tawanya reda yang langsung mendapat reaksi dari para penonton yang sebagian besar adalah fans Satria yang bernama Sahabat Satria.
“I will always love you, Zhera,” sahut Satria yang lebih membuat fansnya bersorak lebih keras.
Keduanya tertawa lagi.
Zhera memandang deretan kursi paling depan yang diisi oleh orang-orang yang menyayangi mereka, ada kedua orang tua Satria, kedua orang tuanya, sahabat-sahabat mereka dan semua orang yang andil dalam keberhasilan mereka.
Zhera tundukkan kepalanya sebentar, tepat pada jam tangan tua yang sedang ia pakai yang kini mengingatkannya akan kejadian jauh sebelum malam ini ada.
“Meski saya dan semua orang bisa merasakan kedekatan dan perasaan kalian. Saya masih penasaran, apa arti Zhera bagi Satria dan apa arti Satria bagi Zhera,”
“Warna biru pada kaos yang dipakai Sahabat Satria,” jawab Satria.
*****
Nb. 5/29/2016
0 Response to "Novel-Wattpad STUCK IN REVERSE (4)"
Posting Komentar