1
Hujan di luar sana masih belum reda justru semakin lama semakin deras. Air mineral milik Denda sudah habis, gelas yang kedua tadinya berisi kopi hitam milik Sams justru sudah habis sejak setengah jam lalu. Keduanya sedang berada di angkringan milik Sams, mereka duduk dibangku yang paling pojok, dinding yang terbuat dari kaca memungkinkan mereka menikmati hujan di luar sana dengan sangat jelas.
Hujan sangat berkesan bagi mereka. Denda seorang melankolis ketika momennya tiba akan langsung terhanyut dalam perasaannya yang melebur menjadi satu dengan segala hal yang dibawa oleh hujan. Sedangkan Sams yang seorang sanguinis tiba-tiba menjadi melankolis hanya karena hujan turun pada momennya.
Mereka saling mengenal sejak duduk di bangku SMP, status hubungan mereka telah lebih dari seorang sahabat karena keduanya mempunyai ikatan emosional selayaknya seorang keluarga, bahkan kedudukan keduanya mampu mengalahkan status kekasih. Jangan bertanya tentang cinta, karena mereka sama sekali tidak terjerat oleh rasa itu. Saling menyayangi itulah yang dirasakan.
Omong-omong tentang cinta, sebulan belakangan mereka tiba-tiba menjadi seorang filusuf yang mencari arti sesungguhnya dari cinta. Sebulan lalu Sams dikhianati oleh kekasihnya, seminggu kemudian Denda putus dengan calon tunangannya karena sebulan sebelum acara pertunangan mantannya tersebut mengajukan syarat bahwa yang tidak bisa ia penuhi.
Jika cinta adalah saling menerima semuanya dari diri pasangan maka hingga kini Denda bahkan juga Sams belum pernah merasakannya. Jika cinta adalah perasaan yang dapat membuat seorang tergenapi sehiggga tidak ada orang lain yang bisa memasuki hati orang tersebut maka itu belum pernah terjadi pada Sams. Dan jika cinta mampu membuat seseorang melakukan apa pun untuk seseorang yang dicintai maka hal itu belum pernah terjadi pada keduanya.
Denda dan Sams masih saling diam dengan tatapan sepenuhnya fokus pada hujan. Pikiran keduanya sedang melalng buana. Denda sedang terjebak pada kenangannya dengan mantannya yang tiba-tiba hadir sedangkan Sams...
“Den, nikah sama aku yuk?” ujar Sams dengan sangat santai sambil matanya mengamati hujan yang turun di luar sana.
Denda terperangah mendengarnya. Ia menoleh pada Sams seketika namun yang ditatap tidak menunjukkan sesuatu yang formal selayaknya orang melamar seorang jadi Denda mengarahkan kembali pandangannya ke depan menatap hujan dan tidak menyahuti ujaran Sams.
“Aku serius,” tambah Sams beberapa saat menunggu jawaban Denda namun tidak mendapatkannya.
Denda menoleh, “kamu ngajakin aku nikah kayak nyuruh aku datang ke sini tiga jam lalu,” sahut Denda tidak kalah santai. Yah, Denda ada di sini atas permintaan Sams karena ingin meminta pendapat tentang menu baru dan Denda juga ingin curhat pada temannya.
Sams menghela napas. kesalahan yang juga merupakan kelemahannya adalah ia tidak berusaha dan tidak bisa menampilkan momen romantis seperti layakya seorang pria melamar kekasihnya, juga tidak menampilkan raut muka serius karena ajakan seperti ini memang selayaknya begitu.
“Aku nggak bisa melamarmu bahkan perempuan lain dengan wajah tegang, penuh harap dan menciptakan suasana romantis. Kamu tahu kan aku bagaimana,” kata Sams dengan nada yang masih datar dan sangat terkesan santai khas Sams.
Denda menatap Sams sejenak, ia tertawa kecil sambil kembali menatap hujan yang turun. “Oh Tuhan, kegilaan apalagi yang terlintas di pikirannya,” ujar Denda dengan nada mengejek dengan disertai tawanya yang mengejek.
“Aku serius Den, dengerin aku sebentar napa?” ucap Sams memperlihat wajah kesal karena nampak Denda sama sekali tidak mempercayainya. Denda menoleh, menatap Sams yang kini sedang menatapnya, Sams menangkap perubahan mimik Denda yang artinya memberinya kesempatan untuk berbicara.
“Kita sama-sama single, sama-sama berumur dua puluh lima tahun dan sama-sama mulai ditanyai kapan menikah oleh keluarga masing-masing.”
“Selama ini kamu mencintaiku?” potong Denda.
“Enggak,” jawab Sams. “Aku belum selesai bi--”
“Kalau kamu tidak mencintaiku lalu kenapa mengajakku menikah?”
“Karena nggak semua cinta bisa membawa seseorang menuju pelaminan,” jawab Sams pendek.
Denda terperangah namun membenarkannya. Karena itu yang terjadi padanya. Ia gagal menikah dengan laki-laki yang ia harap bisa menjadi suaminya bahkan rencana itu batal seminggu sebelum hari pertunangan mereka dengan alasan yang sangat tidak masuk akal.
“Kita tau pribadi masing-masing dengan sangat baik, keluarga kita saling mengenal, dan kita banyak kesamaan, itu bisa membuat dasar alasan kita menikah saja,” Sams berhenti sejenak. “Kita sama-sama orang jawa yang baik hingga kita selalu mennyukai seseorang karena kebiasaan. Jadi itu bisa menjadi dasar kedua alasan kita menikah.”
“Kamu memang bukan tipeku, tapi kamu sahabat terbaikku. Tampangku memang tidak seganteng Ronaldo Dicaprio tokoh pujaanmu, tapi aku tidak jelek yang akan membuatmu malu ketika kamu ajak kondangan,” kata Sams dengan nada jenaka. Denda tertawa mendengarnya.
“Angkringanku ini dan bakal cabangnya bisa menafkahimu sehingga kamu tidak perlu bekerja terlalu keras namun bukan berarti kamu nggak boleh kerja, kerja aja sebagai hobby. Dan seperti yang kamu tau, aku adalah orang pekerja keras sama sepertimu jadi aku tidak akan membiarkan masa depan kita suram.”
“Aku memang bukan hafidz apalagi seorang ustadz tapi aku tidak pernah meninggalkan sholat lima waktuku dan amalan harian lainnya yang insya allah aku juga termasuk calon suami yang tepat. Apalagi aku adalah seorang owner angkringan ini dan pernah beberapa kali menjadi ketua sehingga jiwa leadershipku tidak perlu dipertanyakan,”
Denda tertawa mendengarnya, “Berasa aku sedang dibacakan proposal,”
“Memang. Boleh aku lanjutkan?” tanya Sams yang langsung meneruskan perkataannya setelah mendapat anggukan dari Denda. “Aku adalah pria yang gentle, berwawasan terbuka yang membiarkan calon istrinya sekolah setinggi-tingginya, dan biarlah aku yang menanggung biaya pendidikanmu sampai kapanpun. Aku pria modern yang dengan senang hati mengijinkan calon istri mengejar karier tapi tetap tidak boleh melupakan keluarga.”
“Dan kamu Den.. semua yang ada pada diri kamu semuanya bisa aku terima dan aku yakin kamu bisa menjadi sahabat, istri dan ibu yang baik untukku dan anak-anakku nantinya.”
Denda menunduk, “Aku tidak mengira mendapatkan lamaran seperti ini apalagi orangnya adalah kamu,” katanya. Sams menunggu Denda berbicara lagi, tentang keputusannya namun yang didapat adalah sebuah tawa renyah perempuan itu.
“Aku tidak terlalu berharap kamu jawab saat ini juga,” kata Sams hangat setelah Denda berhenti tertawa.
Denda mengenali pandangan dan tutur kata Sams yang hangat ini, terakhir kali Sams seperti ini adalah sebulan lalu saat ia putus. Yang dikatakan Sams semuanya benar, tanpa ada kata janji yang terucap Denda yakin Sams akan melakukan semua apa yang telah dikatakannya. Denda mengakui bahwa seharusnya Sams bisa menjadi calon yang ideal baginya tapi ini Sams. Ia tahu baik buruknya dan apa pun yang belum tentu orang lain tahu.
“Ini akan terdengar sangat percaya diri. Denda Anita, aku yakin cuma aku orang yang tepat menjadi suamimu, Cuma kamu yang tepat menjadi istriku, dan cuma kita saja yang bisa menemani masing-masing menghabiskan sisa umur kita.”
Denda tersenyum mendengarnya. Karena dia Sams sahabat terbaiknya, yang selama ini menjadi orang terpenting ke tiga dalam hidupnya.
Sams memanggil salah seorang pekerjanya untuk membawakannya segelaskopi hitam lagi dan teh hijau hangat untuk Denda.
“Jadi kapan kita menikah?” ujar Denda.
Sams tersenyum. “Terlebih dahulu kita urus pendaftaran S2mu dan kita mempersiapkan pembukaan cabang angkringan ini dua bulan lagi.”
Denda manggut-manggut, “kamu yakin kita bisa saling jatuh cinta?”
*****
=========================
tertulis terakhir di edit di file almh. Lia el Muslich 9/7/2018
0 Response to "Kapan Kita menikah? (1)"
Posting Komentar