Sebuah pertanda yang mengantarkannya menuju tempat yang tidak asing baginya. Sudah beberapa kali ia kemari. Tidak untuk menemui siapa pun. Juga tidak untuk keperluan apa pun. Dan kini pun juga begitu. Ia tahu akan berakhir seperti yang sudah-sudah. Tapi pertanda ini lebih kuat ketimbang hari sebelumnya.
Ia mengambil tempat di pojok restoran, memesan menu yang berbeda dari hari-hari sebelumnya yaitu banana ice crim dan banana puding. Sembari menunggu pesanannya datang ia mengedarkan pandangannya, masih sama dengan hari-hari sebelumnya. Meja-meja yang yang banyak terisi oleh pengunjung, beberapa pramusaji yang menggunakan seragam biru, live music dengan band yang sama, barttender dengan beberapa kursinya, lampu yang redup, dan hingar bingar sebuah lagu bercampur dengan obrolan pengunjung.
Lima menit menunggu akhirnya pesanannya datang juga. Ia memakannya sambil sesekali ia mengotak-atik handphonenya yang sebetulnya tidak ada notificasi apa pun. Ia hanya melihat-lihat menu di handphonenya lalu mengkeluarkannya begitu seterusnya sampai makanannya telah habis.
Kembali ia mengedarkan pandangannya. Sebuah pertanda muncul lagi, tidak memperbolehkannya untuk membayar dan segera pergi dari tempat ini. kembali ia menuruti pertanda itu. Satu jam berlalu masih tidak ada tanda-tanda akan rujukan pertandanya.
Ia mengedarkan pandangannya. Menatap wajah-wajah yang ada di sekitarnya, siapa tahu saja ia mengenalnya dan pertanda itu merujuk pada orang itu, tapi nihil. Ia beralih menuju sebuah benda, yah mungkin saja pertandanya menuju pada sebuah benda, mungkin yang akan ia miliki dan nihil.
Ia mulai resah. Tangannya mulai bergerak tak beraturan, membuahkan bunyi sumbang yang lirih dan hanya bisa ia dengar sendiri.
Satu jam berlalu dan tidak ada apa pun yang ia temukan atau pun terjadi. persetan dengan pertanda itu, ia hanya membuang-buang waktunya demi suatu pertanda yang semu dan hingga kini tidak bisa terwujud.
Nb. 4/27/2015
0 Response to "pertanda"
Posting Komentar